Minggu, 02 Oktober 2011

PARADIGMA AKIDAH

Oleh : Misbahuddin
Membangun konsep aqidah dalam diri menunjukan bahwa kita peduli dengan keislaman kita, kita islam bukan saja karena kita terlahir dari rahim seorang ibu yang islam. Tetapi kita islam harus dengan kesadaran kita. Bahwa aku islam karena pilihan hidup ku... “ roditu billahi robba wabil islami diina “ (aku ridha Allah tuhanku, dan islam agama ku, dan Muhammad nabi dan Rasulku).
Membangun konsep aqidah dengan benar adalah sumber dari keselamatan hidup kita. Konsep aqidah yang dibangun dari perfektif al-Qur’an dan assunah dengan menggunakan pemahaman para sahabat Rasulullah menjadi sebuah patokan. Kenapa harus mengunakan cara pemahaman para sahabat Rasulullah.? Karena jika kita amati aliran-aliran teologi sempalan didalam islam baik itu khawarij, syi’ah, jabariyyah, Qodariyyah, dan aliran-aliran sempalan yang lainnya, mereka berhujjah (menguatkan pendapatnya) dengan menggunkan dalil-dalil al-qur’an dan al-hadist, akan tetapi ketika mereka memahami dua hal tersebut mereka menggunakan rasionalisasi sendiri. Dengan meningalkan pendapat-pendapat yang mu’tabar dikalangan ulama yang berpegah teguh terhadap ajaran Rasulullah.
Apa jadinya agama ini bila kontek keagamaan diserahkan kepada rasionalisasi masing-masing orang atau golongan??, niscaya agama ini akan hancur kawan. maka yang akan selamat adalah orang yang secara all-out mengiplementasikan pesan-pesan Al-qur’an dan as-sunah dengan pemahaman para sahabat Rasulullah. Maka sungguh benar sabda Rasulullah “umat yahudi akan berpecah menjadi tujuh puluh satu golongan, umata nasrani akan perpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan dan umat islam akan berpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan, semuanya masuk neraka keculi satu golongan. Ketika ditanya siapa yang satu golongan yang selamat itu (al-Firqotun najiyah), maka beliau menjawab “ mereka adalah orang yang berada diatas ajaranku pada hari ini dan para sahabat ku (HR.Ahmad).
Filsafat Menjadi Parasit Bagi Aqidah
Ketika Aqidah dicoba diracik dengan ramuan filsafat niscaya tidak akan ada titik temunya. Atau bahkan menjadikan konsep iman akan rancu dan melenceng. Karena karakter filsafat mengkaji secara radikal permasalahan yang ada sampai ke akar-akarnya. Sedangkan masalah aqidah sendiri bersifat Taufiqiyyah, dalam artian sederhananya aqidah tidak dapat tetapkan kecuali ada dalil syar’inya. Tidak ada medan ijtihad atau rasionalisasi terhadap hal tersebut.
Hal-hal yang ghaib kita bisa mengetahuinya jika ada keterangan sendiri dari Allah atau Rasulullah, akal tidak bisa menentukan hal tersebut, dia hanya bisa berspekulasi meraba-raba dengan akalnya yang terbatas. Seperti seorang yang buta yang disuruh menjelaskan hakikat gajah, maka orang buta yang memegang tulalenya dia berkata gajah itu panjang dan kenyal dan kulitnya kasar. Berbeda dengan orang yang memegang telinganya, dia mengtakan gajah itu lebar dan kenyal.
“ fikirkanlah ciptaan ku dan janganlah kau fikirkan dzat Ku” dari keterangan ini ada sebuah pesan tersirat, bahwa akal manusia punya batasan tertentu dalam mengekplorasi kebenaran. Ketika akal dipaksakan untuk menembus hal-hal yang diluar jangkauannya maka pasti akan menghasilkan kesimpulan yang melenceng. Ketika mengukur sesuatu bukan dengan alat yang semestinya maka jangan diharafkan anda akan mengasilkan sebuah kesimpulan yang benar. Maka untuk keselamatan ikutilah aturan-aturan main di dalam beragama. Ada suatu hikah yang bisa dirasionalisasikan dan ada hikmah yang tidak dapat kita rasionalisasikan karena disebabkan keterbatasan kita.
Aqidah Merupakan Paradigma Pemersatu (Unifying Force).
Lihat para imam madhab, mereka berbeda dalam masalah fikih tetapi mereka sama dalam hal mengkonsepsikan Aqidah. Karena framework mereka sama dalam memahami masalah aqidah, Aqidah adalah maslah ushul yang bersifat taufiqiyyah, apa yang ada dalilnya mereka imani. Dan jika tidak ada dalilnya mereka tidak memaksakan diri berspekulasi dengan akal demi kepuasaan diri, karena hal itu bukan memberikan sebuah keberuntungan tetapi akan mendatangkan murka Allah sendiri. “ Berpegang teguhlah kepada tali Allah dan janganlah kalian bercerai berai!” (Ali-Imran :103).
“ maka jika datang kepada mu petunjuk dariku , lalu barang siapa yang mengikuti petunjukku, ia tidak akan tersesat dan tidak akan tercela “ (Thaha :123).
Disinilah kita dapati bahwa agama meliki aturan mainnya, itu semua diberikan demi kemaslahatan manusia itu sendiri. Agama dibawa oleh rasulullah, dan kehidupan Rasulullah dan para sahabatnya merupakan contoh iplementasi all-out ajaran islam. Ketika kita berislam tetapi kita lebih suka mengedepakan fatwa-fatwa para filosof dan mengesempingkan fatwa-fatwa dari rasulullah dan para ulama maka ada sesuatu yang salah disini... ada sebuah thinkcable (logika penalaran) yang salah. Seperti halnya kita mengagumi sala seorang seorang ustadz, katakan ustadz Jefri, tetapi didalam kenyataanya kita lebih banyak menukil ucapan dan menceritakan hal-ikhwal tentang AA gym... maka sangat aneh bin ajaib bukan..??.
Setiap Jaman Akan Terlahir Laskar-Laskar Pembela Aqidah At-Tauhid
Apa yang Allah janjikan pasti akan terjadi, maka ketika anda membaca sebuah petunjuk pencerah yang secara langsung ataupun tak langsung diberikan kepada anda, maka follow up nya terserah anda, jika anda ingin beruntung maka laksanakanlah petunjuk itu dan jadih The winer yang menjadi penyambung dan pelaksan dari titah-titah sang sang ilahi.
“ akan senantiasa ada sekelompok dari umatku yang tegar di atas al-haq, yang tidak terkena mudarat dari orang yang enggan menolong ataupun yang menentag mereka, sehingga datanglah keputusan Allah sedangkan mereka tetap dalam keadaan begitu. (HR.Bukhori).
Mari jadikan diri kita menjadi laskar-laskar Tauhid agar hidup kita bermakna, dan memberi pencerahan untuk diri, dan lingkungan kita. Menjadi manusia yang memberikan sebuah mamfaat bagi orang lain. Salam ikhlas.... ^_*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar