Minggu, 02 Oktober 2011

REINSTALISASI AKIDAH

Akidah adalah pondasi kehidupan manusia. Akidah jika kita analogikan dengan sebuah pohon adalah bagaikan akar yang menghujam kedasar bumi yang membuat pohon itu kuat berdiri tegag gagah perkasa berdiri bumi. Maka manusia yang memiliki aqidah yang kuat maka dirinya akan mendapati kekuatan dalam mengarungi samudra kehidupan. Seperti Bilal Bin Robah yang disiksa diatas pasir yang panas, dan ditindih dengan batu yang besar dia atas perut nya tidak membuat dia cenggeng dan mengeluh kepada Tuhanya, satu kata yang keluar dari mulutnya yaitu “ ahad….Ahad….ahad “. Siksaan yang bertubu-tubi tidak menjadikan dia keluar dari agama yang Allah ridhoi yaitu Al-islam. Badannya boleh terpenjara tetapi jiwanya adalah jiwa yang merdeka.
Akidah dari perfektif etimologi berasal dari kata “ aqada “ yang berarti mengikatkan. Dalam artian kita mengikatkan hati terhadap suatu hal. Jadi, keyakinan kita terhadap sesuatu, itu adalah akidah secara etimologi. (Dr. sholih bin fauzan,kitab tauhid.hal 3).
Aqidah Dalam Perfectif Syara’
Aqidah dalam perfektif syara meliputi keyakinan kita kepada Allah swt , malaikatnya, kitab-kitabnya, rasul-rasulnya, hari akhir dan keimanan kepada Qodho dan qodar yang baik dan yang buruk. Dalam term yang mashur hal ini disebut juga dengan rukun iman.
Landasan filosofis dari perumusan komponen-komponen iman ini adalah hadist yang datang dari sayyidina Umar bin khotob. Yang mencerikan tentang datangnya jibril kepada Rasulullah yang menyerupai seorang laki-laki dan mengajarakan kepada para sahabat Rasulullah tentang hakikat islam, iman, dan hirarkis tertinggi yaitu ikhsan. (Imam Nawawi, hadist rabaiin, No 2)
Pembagian syariat islam
Syariat islam terbagi menjadi dua, yaitu I’tiqodiyah dan amaliyah. I’tiqodiyah adalah syariat yang tidak ada hubunganya dengan tata cara amal secara aflikatif. I’tiqodiyah ini bersifat perbuatan hati, keyakinan dan keimanan kepada Allah swt secara rububiyahnya, uluhiyyahnya dan asma wasifatnya. Dan keimanan kepada rukun iman yang lainnya. Hal ini disebut sebagai ashliyah (pokok agama ). (Syarah Aqidah Safariniyah,1, hal 4).
Sedangkan amaliyah adalah segalahal yang berkaitan dengan ibadah yang kaitannya amal aflikatif . seperti melaksanakan rukun islam : mengucapkan kaliamat shadat, mendirikan sholat, zakat, shaum, haji. Dan perintah-perintah agama yang lain yang bersifat tatacara amaliyah. Hal ini disebut dengan “far’iyah” ( cabang agama).
Maka antara I’tiqodiyah dan amaliyah keduanya berkait erat tidak dapat dipisahkan sebuah konsep yang terintegrasikan. Keimanan tidak dapat dipisahkan dengan amal real. Seseorang tidak bisa mengaku beriman sebelum melaksanakan amal-amal yang diperintahkan Allah swt. Karena iman adalah membenarkan dengan hati, mengikrarkan dengan lisan dan membuktikan dengan amal real. Maka selaraskan antara hati, ucapan dan tindakan ke arah kebenaran iman. Maka itulah konsep keimanan yang benar.
Reinsatalisasi Akidah dengan Firman Ilahi
Meninstal ulang keimanan kepada Allah swt setiap waktu teramat sanga penting Agar menjadi power dalam gerak langkah kita. Karena keimanan adalah hal yang utama dalam kehidupan. Keimanan adalah mendeklarasikan kemerdekaan diri, seruan para nabi dan rasul . sebuh konsep ajaranan yang sama (the same hermiting concept) yaitu yang diemban oleh nabi dan rasul sejak jaman Adam As sampai jaman Nabi Muhammad Saw. deklarasi kemerdekaan dengan keimanan yang lurus yaitu menginternalisasi At-Tauhid kedalam jiwa-jiwa manusia.
“ Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut] itu", maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)” (An-nahl : 36).
Konsep keimanan yang benar adalah yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-sunah sesuai dengan pemahaman para sahabat Rasulullah shallalahu A’lahi wasalam. “ sesungguhnya aku meninggalkan dua perkara dan jika kalian berpegang teguh kepada keduanya maka tidak akan tersesat selamanya, dua perkara itu : Al-Qur’an dan As-sunah “. itu lah pesan Rasulullah Saw .

Aflikasi Tauhid secara All-out adalah kunci berjumpa dengan Allah swt

Bagi manusia-manusia yang sholeh, yang memilki jiwa-jiwa bersih dari benih-benih kemusyrikan perjumpaan dengan Allah swt di Surga adalah hal yang idam-idamkan. mereka tidak terperdaya oleh sesuatu apapun selain Allah. Karena sesuatu di dunia ini adalah penampakan yang fana (fatamorgana) . Harta yang dimiliki tidak akan di bawa ke alam kubur, sesuatu yang di bawa hanya sehelai kain kapan putih. Jabatan yang di agung kan di dunia tidak akan di bawa ke alam kubur. Manusia dari level apapun semua mendapat gelar yang sama “ Alm “ (al marhum) di akhir namanya ketika meninggalkan dunia. Hanya amal yang yang akan menemani sampai hari akhir, dan amal itu pula yang akan menolongnya dari kerasnya hari pembelasan.
“ Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya." (QS.Al-Kahfi ;110).
“sesungguhnya jika anda sedang dekat dan akrab dengan Allah swt, anda akan dibukakan pintu-pintu pengetahuannya, akan menjadi ringanlah kesulitan, menjadi manislah semua yang pahit dan menjadi gampanglah semua yang sulit, dan akan tercapailah semua yang anda cita-cita kan, Allah swt selalu memberi taufiq dengan segala keutamaannya”.(Ibnu Zauziy, Shaidul Khatir, Hal 109)

TAFSIR HERMEUNETIKA

“ Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” (QS.AL-Jaatsyiah :23)

Issu hermenerika sebagai tafsir alternatif untuk Al-Qur’an begitu santer diperbincangkan oleh sebagian mahasiswa thawalib Jakarta yang intens mengamati dunia pemikiran. sebuah wacana “ Hermenetika Tafsir Alternatif Yang Relevan Dengan Jaman “ yang dilemparkan oleh salaseorang dosen menjelang pelaksaaan UAS ketika perkulihan berlangsung, so hal itu menarik untuk kami menanggapinya secara ilmiah dengan hujjah yang bisa dipertanggung jawabkan.

Pengertian hermeneutika

Hermeneutika merupakan derivasi dari bahasa yunani dari akar kata hermcneuin, yang berarti menafsirkan. Hermeneutika adalah metode penafsiran yang merupakan hasil dari perkembangan metode interpretasi mitologis, interpretasi teologis dan kini lebih dikenal dengan metode interpretasi filsafat. sebagai metode intepretasi teologis hermeneutika asalnya digunakan sebagai interpretasi bible (BibLical interpreation) dan sebagai metode penafsiran filosofis digunakan untuk menafsirkan ilmu-ilmu humaniora. Secara filosofis teori hermeneutika hanya layak digunakan untuk penafsiran-penafsiran teks-teks biasa dan tidak untuk kitab suci. Akan tetapi kaum orientalis yang berpengalaman dengan interpretasi bible ,mencoba melakukannya untuk Al-Qur’an. Ekperimen ini diikuit oleh Fazrurrahman, M.Arkoun, Shahrur Dan Nasr Hamid Abu Zayd. (Majalah Islamia, Vol.V No.1)

Hermeneutika menjadikan Al-Qur’an bukan lagi firman Allah yang harus di sucikan, tetapi Al-Quran kesuciaannya telah diporak porandakan oleh hermeneutika. Firman Allah disejajarkan dengan teks-teks biasa seperti karya tulis manusia biasanya. metode interpretasi hermeneutika filosofis Abu Zayd menyimpulakan bahwa Al-Qur’an adalah produk budaya ( Muntaj thaqafi) fenomena sejarah (zahirah tarikhiyyah) teks lingustik (An-nass al-lughowiyyah) dan teks manusia an-nas al-insan).

Jurus yang digunakan oleh Abu Zayd dalam memporak porandakan kesakralan Al-Qur’an adalah dengan mereduksi teks wahyu al-quran menjadi teks-teks manusia biasa yang tidak memiliki makna kesucian yaitu dengan mengesampingkan nilai-nilai kewahyuan yang terdapat di dalam Al-Quran. Hal ini adalah syarat mutlaq agar Al-Qur’an bisa di porak porandakan secara habis-habisan dengan analisa dan kritik teks dengan resep racikan hermeneutika filososfis.

Asbabul wujud adanya hermeneutika
Dr. Adian husaini dalam tulisannya di majalah islamia thun 1 no 1 menukil dari The New Encylopedia Britania yang menjelaskan bahwa hermeneutika adalah prinsip-prinsip general tentang interpretasi bible (the study of the general principle of biblical interpretation). Tujuan asalnya dari hermeneutika adalah untuk menemukan kebenran dan nila-nilai dalam bible.
Metode hermeuneutika memang pantas di gunakan sebagai metode tafsiran kitab bible atau kitab-kitab yang dibuat manusia. Kerena hermeuneutika menitik beratkan analisanya dan studi kritik teks terhadap sosio-kultur ketika teks itu di buat dan keadaan penulis waktu menulis teks tersebut.
Karena kitab bible dari sejak jaman dahulu di permasalahkan apakah benar kitab ini adalah firman tuhan?, ataukan ucapan manusia belaka. Maka seorang intelektual Richard Elliot Friedman menulis buku yang di beri judul “ WHO WROTE THE BIBLE “. Ini merupakan karya yang menghujat dan mempertanyakan ke sucian bible sebagai kitab suci, karena dalam fakta sejarah tidak di ketemukan siapakah sebenarnya yang menulsi bible itu.
Koar-Koarnya Abu Zayd Tentang Al-Qur’an Yang harus dihermeneutikasisasi

Abu zayd menyimpulkan bahwa pembacaan teks-teks ke agamaan (Al-Qur’an Dan As-Sunah ) hingga saat ini masih belum menghasilkan penafsiran yang bersifat ilmiah dan objektif bahkan masih di kerankeng dengan mitos, khurofat, tahayul dan masih bersifat lieteral, alias terlalu kaku dengan berpegang pada teks. Oleh karena itu untuk dalam mewujudkan interpretasi yang hidup dan saintifik terhadap teks- teks keagamaan, abu zayd menawarkan penafsiran rasional dan menekankan pentingnya kesadaran ilmiah dalam berinteraksi dengan teks-teks keagamaan (Abu zayd. Al-Qur’an Dihujat hal.6)

Maka dalam pandanganya tafsir-tafsir ulama yang ada hingga saat ini, termasuk kitaf tafsir ibnu katsir, tafsir ath-thobari dan kitab tafsir yang lainnya dari kalangan ulama adalah sebuah karya tulisan yang masih terkungkung oleh mitos, tahayul, tidak ilmiah dan tidak rasional.

Penafsiran idiologis yang dkecam oleh Abu Zayd adalah penafsiran yang mengutamakan tafsir ayat dengan ayat, ayat dengan hadist dsb. Tafsir yang model ini adalah tafsiran yang tidak objektif dan tidak rasioanal, maka dengan gaya penafsirannya, abu zayd menolak pemaknaan jin,syetan dan hal-hal yang ghoib lainnya sebagai mahluk-mahluk yang indefenden di luar manusia. Tetapi menurutnya harus di maknai dengan makna kiasan, yaitu kekuatan jahat dalam diri manusia (Naqd Al-Khitob Hal 206).

Sedangkan interpretasi rasional yang diinginkan abu zayd adalah corak pendekatan interpretasi yang dilakukan oleh golongan sang pencerah ( tanwiriyyun) dari kaum modernis yang sering disebut kaum sekuler. Karena pada intinya sekulerisme bagi Abu Zayd adalah tidak lain melainkan ajaran tentang “ interpretasi realistis dan pemahaman yang ilmiah terhadap agama “. Dengan demikain abu zayd merombak makna sekuler dan menolak tegas tuduhan kaum fundamentalis islam yang memandang golongan sekuler sebagai golongan yang memisahkan agama dari masyarakat dan kehidupan sosial. (Al-Qur’an di hujat. Hal. 23-24).

Jika kita ekplorasi lebih dalam terhadap pemikiran Abu Zayd, maka dasarnya konsep mitos Abu Zayd terpengaruh oleh pemikiran Rudolf Bultman (1884-1976) yang mencangankan demitologisasi terhadap perjanjian baru. Menurut Kang Bultaman Mitos hal-hal yang mencakup adanya mukjizat, adanya jin, syetan, dan hal-hal ghoib lainnya harus di tafsirkan dengan rasionalis dan empirisme yang tidak di kungkung oleh dogma dan doktrin agama. Maka secara tidak langsung Abu Zayd telah menyamakan Al-Qur’an yang suci dengan bible yang penuh dengan masalah. Dengan menggiringnya pada metode penafisran yang diaggap rasional. (hermeneutika filosofis). Inilah sebuah pelecehan yang terselubung.

Konsekuensi Terhadap Diretapkannya Hermeneutika Terhadap Al-Qur’an

Metode kritik sejarah yang terkandung dalam hermeneutika bila diterapkan dalam Al-Qur’an maka akan membawa dampak yang berbahaya. Sebab teks Al-Qur’an akan diposisikan sejajar dengan teks-teks buku biasa lainya (argument kesetaraan jender perfektif Al-qur’an. Paramadina, hal 265-266).

Hukum-hukum yang sudah qot’i akan menjadi begitu pleksibel dan bisa di tarik ulur sesuai dengan keadaan jaman dan waktu. Seperti alkhol atau babi yang sudah jelas haram akan menjadi boleh dimakan. Dengan rasionalisasi hermenutika. Al-kohol dilarang diwaktu jaman sahabat karena pada kondisi itu arab sangat panas dan akan membahayakan kesehatan. Berebda ketika kita tinggal di tempat yang begitu dinggin alkohol di bolehkan. Karena melihat sosio-kultur ketika al-kohol itu di haramkan. Dan banyak contoh yang lainya.
Hermeneutika mengajak kita untuk kufur tanpa kita sadari. Karena kesimpulan ekplorasi hermeneutika terhadap Al-quran adalah : al-qur’an adalah produk budaya (Muntaj thaqafi), fenomena sejarah (zahirah tarikhiyyah) teks lingustik (An-nass al-lughowiyyah) dan teks manusia (an-nas al-insan). hal ini menghilangkan kesakralan firman ilahi. Wallahu a’lam bishowwab

Kecintaan kepada Allah

Ketergantungan cinta kepada sang kholik seharusnta tidak boleh terhalang oleh kecintaan kepada selainnya, baik kecintaan kepada tahta, harta maupun wanita. Kecintaan kepada sang Kholik akan menjadikan jiwa seseorang berpaling dari selainnya. Karena dia menyadari bahwa kecintaan kepada selain Allah adalah kecintaan yang fana, sebuah cinta fatarmogana yang akan hilang seiring berjalannya waktu. Harta yang kita cintai tidak akan mengiringi kita sampai kenegri akhirat, tahta yang kita agungkan di dunia tidak akan menyelamatkan dari hari pembalasan dan wanita yang kita idolakan tidak akan menemani kita masuk kubur ketika kita tidak bernyawa lagi. Semua itu adalah kecintaan yang fana. Hanya kecintaan kepada Allah lah yang akan menyelamatkan kita dan akan membawa kita ketempat yang terindah di negri keabadian.
Rasa cinta yang dalam kepada sang kholik akan membuahkan rasa rindu dan menimbulkan gejolak yang membakar jiwa. Manusia yang memiliki hati jernih, jiwanya hanya diisi oleh kecintaan kepada Allah swt tidak tetipu dengan kecintaan yang bersifat materi. Tetapi manusia yang arif cintanya menerobos dunia materi. Dia mencintai apa yang dimilikinya bukan berdasarkan kecendrungkan hawa nafsu dan ambisi. Tetapi cintanya berlandaskan kecintaan kepada Allah. Apakah anda mampu membayangkan seseorang yang mencintai segala seseatu karena Allah. Seseungguhnya itulah kecintaan yang seseungguhnya. Semua dilandaskan kerena kecintaanya kepada Allah. Sungguh manusia seperti itu adalah manusia yang unggul. Unggul karena tidak tertipu dengan kecintaan shahwat dan kepentingan diri.
Kecintaan kita kepada manusia seringkali membuat kita terluka, karena manusia adalah mahluk yang tidak luput dari kesalahan. Tetapi rasa sakit tidak akan dialami oleh insan yang mencintai karena Allah swt. Apapun yang terjadi diluar pengaruhnya dia tetep ajeg berdiri bagaikan karang yang berdiri kokoh di lautan. Ya... karena orintasinya adalah Allah swt.
“Aku mencintai kekasihku, tak tercela aku karena cintaku kepadanya, namun mencintai mereka, banyak cela yang aku derita” itulah ucapan Rabiatul adawiyah. Disela-sela kholwatnya bersama sang ilahi.Seseorang yang sudah dekat dengan Allah swt mungkin saja merasakan kecintaan yang sangat khusu sehingga kecintaannya jauh ke luar alam sadar manusia, seorang ahli makrifat sudah tidak lagi berurusan dengan maksiat dan dosa. Dia beristigfar memohon ampunan ketika dia lupa dari mengingat Allah.
Kecintaan yang khusu saat bercumbu dengan Sang ilahi bisa di analogikan dengan seseorang yang sedang menikmati makanan lezat dan minuman yang menyegarkan, saat itu akal tidak lagi berfikir dan memikirkan bagaimana makanan itu dibulak-balik dalam mulutnya dan bagaimana pula mulutnya mengunyah dan menelannya. jiwanya sudah bersatu denga kelezatan itu sehingga melupakan dirinya dan apapun yang disekitarnya.
Manusia yang memiliki tingkat kesadaran yang tinggi (Arbab Al-Yaqzhah) akan selalu mencurahkan cintanya kepada sang kholik tanpa pernah diminta dan dituntut, rasa cintanya telah tertanam dan tumbuh dengan tulus dari dalam hati, mereka senantiasa merasakan kenikmatan dan makna hidup yang dalam dan terhindar dari perbudakan dunia, baik ketika dia memilikinya taupun tidak.
Karakter manusia yang hidup dalam kesadaran, mereka selalu meningkatkan semakin baik dari segi kualitas diri dan kehidupannya. Mereka tak mau berhenti dan terpukau dengan fatamorgana dunia. Karena mereka sadar kenikmatan fana dunia pada akhirnya akan berakhir dan bersifat sementara. Jiwanya tidak mau berpeluh keringat untuk mencapai kenikmatan sementara. Tatapi jiwanya mengingninkan kecintaan yang lebih dari itu. Kecintaan kepada sang kholik yang mereka tancapkan di dalam jiwanya, itulah kenikmatan hidup yang sebenarnya. Seperti perkataan Imam Al-Ghozali “bahagia dan kelezatan yang sejati, ialah apabila dapat mengingat Allah, Kelezatan dan kebahagian tertinggi adalah ketika berma’rifatullah karena, kebahigaan dari hal tersebut bersandar pada sesuatu yang maha indah dan maha abadi, berbeda dengan kebahagiaan yang bersandar pada kelezatan dunia semata yang bersifat materi yang semuanya hanya bermuara pada kepuasaan nafsu semata. Dan kebahagiaan karena akibat terpuaskan nafsu bersifat sesaat dan biasanyaa menyesakl yang berkepanjangan. Ketika ketika kita memebrikan segala sesuatu untuk terpuaskan nafsu, maka sang nafsu tidak aka merasa kenyang.
Manusia yang hidup dalam kesadaran senantiasa berfikir tentang hal yang lebih besar, lebih jauh dari yang ada. Mereka jiwanya akan selalu bergerak naik dan menanjak setiap kali mereka melihat sesuatu yang bisa diambil pelajaran darinya. Manusia yang malas dan lalai akan selalu berada dalam kerugian. Akal, hati, dan fikirannya beku dan kaku. Mereka akan selalu di dera kebingungan, kejumudan dan kegelisahan dalam hidupnya.
“ Jika hambaku bertanya tentang aku.. maka katakanlah sesungguhnya aku dekat...
bahkan lebih dekat dari urat leher “

PARADIGMA AKIDAH

Oleh : Misbahuddin
Membangun konsep aqidah dalam diri menunjukan bahwa kita peduli dengan keislaman kita, kita islam bukan saja karena kita terlahir dari rahim seorang ibu yang islam. Tetapi kita islam harus dengan kesadaran kita. Bahwa aku islam karena pilihan hidup ku... “ roditu billahi robba wabil islami diina “ (aku ridha Allah tuhanku, dan islam agama ku, dan Muhammad nabi dan Rasulku).
Membangun konsep aqidah dengan benar adalah sumber dari keselamatan hidup kita. Konsep aqidah yang dibangun dari perfektif al-Qur’an dan assunah dengan menggunakan pemahaman para sahabat Rasulullah menjadi sebuah patokan. Kenapa harus mengunakan cara pemahaman para sahabat Rasulullah.? Karena jika kita amati aliran-aliran teologi sempalan didalam islam baik itu khawarij, syi’ah, jabariyyah, Qodariyyah, dan aliran-aliran sempalan yang lainnya, mereka berhujjah (menguatkan pendapatnya) dengan menggunkan dalil-dalil al-qur’an dan al-hadist, akan tetapi ketika mereka memahami dua hal tersebut mereka menggunakan rasionalisasi sendiri. Dengan meningalkan pendapat-pendapat yang mu’tabar dikalangan ulama yang berpegah teguh terhadap ajaran Rasulullah.
Apa jadinya agama ini bila kontek keagamaan diserahkan kepada rasionalisasi masing-masing orang atau golongan??, niscaya agama ini akan hancur kawan. maka yang akan selamat adalah orang yang secara all-out mengiplementasikan pesan-pesan Al-qur’an dan as-sunah dengan pemahaman para sahabat Rasulullah. Maka sungguh benar sabda Rasulullah “umat yahudi akan berpecah menjadi tujuh puluh satu golongan, umata nasrani akan perpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan dan umat islam akan berpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan, semuanya masuk neraka keculi satu golongan. Ketika ditanya siapa yang satu golongan yang selamat itu (al-Firqotun najiyah), maka beliau menjawab “ mereka adalah orang yang berada diatas ajaranku pada hari ini dan para sahabat ku (HR.Ahmad).
Filsafat Menjadi Parasit Bagi Aqidah
Ketika Aqidah dicoba diracik dengan ramuan filsafat niscaya tidak akan ada titik temunya. Atau bahkan menjadikan konsep iman akan rancu dan melenceng. Karena karakter filsafat mengkaji secara radikal permasalahan yang ada sampai ke akar-akarnya. Sedangkan masalah aqidah sendiri bersifat Taufiqiyyah, dalam artian sederhananya aqidah tidak dapat tetapkan kecuali ada dalil syar’inya. Tidak ada medan ijtihad atau rasionalisasi terhadap hal tersebut.
Hal-hal yang ghaib kita bisa mengetahuinya jika ada keterangan sendiri dari Allah atau Rasulullah, akal tidak bisa menentukan hal tersebut, dia hanya bisa berspekulasi meraba-raba dengan akalnya yang terbatas. Seperti seorang yang buta yang disuruh menjelaskan hakikat gajah, maka orang buta yang memegang tulalenya dia berkata gajah itu panjang dan kenyal dan kulitnya kasar. Berbeda dengan orang yang memegang telinganya, dia mengtakan gajah itu lebar dan kenyal.
“ fikirkanlah ciptaan ku dan janganlah kau fikirkan dzat Ku” dari keterangan ini ada sebuah pesan tersirat, bahwa akal manusia punya batasan tertentu dalam mengekplorasi kebenaran. Ketika akal dipaksakan untuk menembus hal-hal yang diluar jangkauannya maka pasti akan menghasilkan kesimpulan yang melenceng. Ketika mengukur sesuatu bukan dengan alat yang semestinya maka jangan diharafkan anda akan mengasilkan sebuah kesimpulan yang benar. Maka untuk keselamatan ikutilah aturan-aturan main di dalam beragama. Ada suatu hikah yang bisa dirasionalisasikan dan ada hikmah yang tidak dapat kita rasionalisasikan karena disebabkan keterbatasan kita.
Aqidah Merupakan Paradigma Pemersatu (Unifying Force).
Lihat para imam madhab, mereka berbeda dalam masalah fikih tetapi mereka sama dalam hal mengkonsepsikan Aqidah. Karena framework mereka sama dalam memahami masalah aqidah, Aqidah adalah maslah ushul yang bersifat taufiqiyyah, apa yang ada dalilnya mereka imani. Dan jika tidak ada dalilnya mereka tidak memaksakan diri berspekulasi dengan akal demi kepuasaan diri, karena hal itu bukan memberikan sebuah keberuntungan tetapi akan mendatangkan murka Allah sendiri. “ Berpegang teguhlah kepada tali Allah dan janganlah kalian bercerai berai!” (Ali-Imran :103).
“ maka jika datang kepada mu petunjuk dariku , lalu barang siapa yang mengikuti petunjukku, ia tidak akan tersesat dan tidak akan tercela “ (Thaha :123).
Disinilah kita dapati bahwa agama meliki aturan mainnya, itu semua diberikan demi kemaslahatan manusia itu sendiri. Agama dibawa oleh rasulullah, dan kehidupan Rasulullah dan para sahabatnya merupakan contoh iplementasi all-out ajaran islam. Ketika kita berislam tetapi kita lebih suka mengedepakan fatwa-fatwa para filosof dan mengesempingkan fatwa-fatwa dari rasulullah dan para ulama maka ada sesuatu yang salah disini... ada sebuah thinkcable (logika penalaran) yang salah. Seperti halnya kita mengagumi sala seorang seorang ustadz, katakan ustadz Jefri, tetapi didalam kenyataanya kita lebih banyak menukil ucapan dan menceritakan hal-ikhwal tentang AA gym... maka sangat aneh bin ajaib bukan..??.
Setiap Jaman Akan Terlahir Laskar-Laskar Pembela Aqidah At-Tauhid
Apa yang Allah janjikan pasti akan terjadi, maka ketika anda membaca sebuah petunjuk pencerah yang secara langsung ataupun tak langsung diberikan kepada anda, maka follow up nya terserah anda, jika anda ingin beruntung maka laksanakanlah petunjuk itu dan jadih The winer yang menjadi penyambung dan pelaksan dari titah-titah sang sang ilahi.
“ akan senantiasa ada sekelompok dari umatku yang tegar di atas al-haq, yang tidak terkena mudarat dari orang yang enggan menolong ataupun yang menentag mereka, sehingga datanglah keputusan Allah sedangkan mereka tetap dalam keadaan begitu. (HR.Bukhori).
Mari jadikan diri kita menjadi laskar-laskar Tauhid agar hidup kita bermakna, dan memberi pencerahan untuk diri, dan lingkungan kita. Menjadi manusia yang memberikan sebuah mamfaat bagi orang lain. Salam ikhlas.... ^_*

Keagungan Para Pencinta Sejati.......

Ketika seorang manusia dekat kepada sang kholik dengan kedekatan yang dalam dan tajam, saat dia bisa melihat kagungannya disegala seuatu yang dia lihat. Saat dia bisa merasakan kasih dan cintanya yang selalu menyertainya. Sungguh itu adalah nikmat yang tiada duanya, sebuah nikmat yang tidak bisa dibandingkan dengan sesuatu apapun di dunia ini. ketika diri bisa mengenal wujud esensi dari segala yang ada, itu adalah sebuah kenikamatan yang harus di syukuri. Ketika diri hanya mendambakan keridhoannya dari setiap aktivitas yang dilakukan, sungguh nikmat... Dan diripun memiliki sebuah kekuatan yang besar... dan diri ini menjadi sumber inspiratif bagi yang lain. Karena manusia yang yang hanya menjadikan Allah swt sebagai orientasi hidupnya... sungguh penuh dengan enenrgi posistif yang terpancar ke luar dan mempengaruhi manusia di sekelilinnya.
Mari kawan kita menerpa diri kita, menanamkan benih cinta kepadan-Nya dalam setiap sujud, ruku dan doa kita.... sujudkanlah dengan penu kepasrahan...dan kehinaan di hadapanya... sungguh hina diri kita..kita hanya berdoa dengan tulus dan berharap ketika kita ditimpa ujian yang menyesakan hati, ketika kita sudah terlepas dari semua cobaan hidup, kita kembali lupa kepadanya.....ibadah yang kita lakukan hanya sebatas mengugurkan kewajiaban saja.... ketika kita beribadah kepadanya-Nya kita ingin cepat-cepat selesai...tuhan sungguh tidak berarti ... kita lebih kuat memegang HP seharian untuk up date status atau pun yang lainnya dari pada untuk meng up date kecintaan kita kepadanya dengan merenungkan firman-firmannya.... kita lebih asyik membaca novel daripada mendalami dan menghayati Al-qur’an... coba tanya pada diri kita....sejauh manakah kecintaan kita kepada Al-Qur’an??...sungguh kecintaan kita kepada Allah swt sebanding lurus dengan kecintaan kita kepada Al-Qur’an....
Oh..Aku Masih Munafiq Ya.. Allah.....
Sebenernya kita adalah insan-insan yang masih munafiq... iman kita hanya sebatas dibibir belaka. Keimanan kita belum terwujud dalam kehidupan sehari-hari.. kita sering terjebak dalam rutinitas kita tanpa menanamkan tetetesan iman kedalamnya... hati kita masih berorientasi kepada harta. Kehorman diri, pencintraan diri di hadapan manusia... sungguh indah perkataan hikmah ini “jadilah engkau manusia yang paling baik di hadapanAllah, jadilah engkau manusia yang paling hina di hadapan dirimu, dan jadilah engkau manusia yang biasa di hadapan manusia yang lain”. Kita terbalik 180 derazat...kita mengeluarkan segala usaha kita untuk tampil baik di hadapan manusia, tampil pintar, tampil keren dengan segala asesoris dunia .. tetapi kita tidak ingin tampil keren dan tidak ingin memberikan yang terbaik dari diri kita ketika kita berhadapan dengan Allah.... sungguh dimanamapun kita berada Allah selalu bersama kita kawan... mari kita luangkan waktu untuk bercumbu denganya ditengah gelap dan heningnya malam...ketika manusia tertidur, kita terbangun untuk mewujudkan cinta hakiki...
Para sahabat Rasulullah sungguh mereka adalah pribadi-pribadi yang uggul. Mereka mampu membangun cinta vertikal ( Hablum minallah) dan mampu membangun cinta horizontal (hablum minannas)yang baik. Begitu banyak cerita tentang mereka yang menggetarkan jiwa kita. Kecintaan mereka kepada Allah mengalahkan kecintaannya kepada yang lain. Kecintaan mereka menjadi sebuah kekuatan yang dahsat yang mampu menggulingkan negara adikuasa seperti persia dan romawi. Dengan kecintaan mereka ...dunia ini telah merasakan islam yang begitu indah rahmatal lilalamin...keyakinan mereka kepada firman Allah..sungguh membuat mereka menjadi para pendekar dan panglima perang yang disegani. “ sungguh aku mendapati pada masa rasullulah dan setelah wafatnya lahir para panglima-panglima perang yang tangguh, lebih tangguh dari Napoleon bonavarte bahkan lebih tangguh dari pangeran Aleksander agustine “ begitu kira-kira testimoni dari seorang orientalis.
Balada Para Pencinta Sejati....
Tidak terlihatnya Allah bukan alasan untuk tidak mencintainya..sering kita terjebak oleh indra kita. Kita hanya mengagumi sesuatu yang bisa dilihat...tetapi kita lupa untuk melihat sesuatu itu dengan mata batin kita... bahwa ada sesuatu yang abadi, sesuatu yang maha indah di balik sesuatu yang kita lihat.
Suatu ketika Abu ubaidah Al-Khawwas berjalan di tengah pasar dengan berkata, “ alangkah rindunya aku kepada zat yang melihatku meski aku tidak bisa melihatnya.” Al-fath bin Sakhraf berkata “ telah lama ku pendam rinduku untukmu . aku selalu siap datang menemui mu “.Ibnu uqail berkata “menuangkan seluruh hasrat kepadanya lebih baik dari pada berpura-pura baik dihadapan mahluk,” Sungguh indah perkataan-perkataan mereka ini, perkataan yang meloncat indah dari jiwa yang akrab dengan Allah. Hati yang telah ditanamkan kecintaan yang hakiki pasti akan menghasilkan buah ucapan dan tindakan yang mengagumkan dan menjadi sebuah inspirasi yang tidak lekang oleh waktu dan tempat....subhanallah....
Yuk ...Ah Merenung Sejenak....
I miss you so much...harusnya kita ucapkan karena landasan kecintaan kita kepada Allah, bukan karena landasan sahwat belaka. Tidaklah kita dapati para pemabuk cinta sejati yang lebih baik dari pada kantuknya seorang yang gemar tahajud. Tidaklah kita dapati yang lebih baik dari pada seseorang yang tenggelam dalam kecintaan kepada Allah. Tidaklah kita dapati air yang lebih baik dan lebih bening dari pada air mata seseorang yang menyesali dosa pada malam gelap gulita, tidaklah kita dapati tertunduknya kepala yang lebih baik dari pada tertunduknya kepala yang yang mengakui segala kesalahanya di hadapan Allah. Tidaklah kita dapati tangan yang menengadah yang lebih baik dari pada tangan yang menengadah mengharaf dan meminta keridhoanya,adakah hati yang bergerak dengan suara sesegukan dan tangis pilu lebih mulia daripada seseorang yeng tenggelam dalam munajat kepadanya...berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mencapai yang terbaik adalah hal yang sangat terpuji apalagi berusaha untuk selalu dekat dan taat kepada Dzat sang pemebri nikmat.......... ^_^

MEMBONGKAR ESENSI SEKULARISME

Terpuruknya islam sebagai sebuah sistem kehidupan yang sempurna didalam kancah pertarungan dunia, bukan semata-mata faktor dari dalam saja (interen factor ), tetapi ada faktor luar (extern factor), kita bisa lihat serangan-serang kaum anti islam melakukan serangan-serangan untuk menghegemoni umat islam dengan makanan, pashion dan hiburan yang berkiblat ke barat. Hal itu semua mengadung Virus-virus sekularisme yang terpendam. Disini telah terjadi psywar (gojul fikri), yang sayangnya kebanyakan umat islam tidak meyadari bahwa sebenarnya kita sedang bertempur dengan antek-antek sekularisme yang bergerak sperti kaum undergrown.

Esensi Virus Sekularisme

Sekularisme dilihat dari perfektif historisnya lahir dari millieu barat. Virus sekularisme muncul dan berkembang biak menjadi embrio-embrio sebagai reaksi terhadap kritinisme pada akhir abad pertengahan. Sekularisme adalah isme (paham atau aliran) dalam sebuah kultur budaya yang dapat kita identifikasi . Sekularisme merupakan paham atau aliran yang memusatkan kepada masalah-masalah dunia. Sekularisme merupakan paham yang sengaja mengasingkan dan menyisihkan peran agama atau wahyu dari hidup dan kehidupan manusia di dunia ini, secara simplenya, nilai-nilai ilahiyyah jangan di bawa kedalam ranah dunia, negara dan masyarakat (Endang Saefudin Anshori,1973:7).

Sekularisme merupakan sebuah pandanagan hidup (way of life) yang menguburkan nilai-nilai agama dari kehidupan manusia, mereka membatasi bahwa agama cukup ruang lingkupnya di dalam tempat-tempat peribadatan saja. Nilai-nilai agama jangan ikut campur dalam urusan-urusan diluar tempat ibadah. Sekuralisme telah mereduksi nilai agama khusunya islam secara perlahan tetapi pasti. Buktinya manusia yang mengaku islam tetapi tidak mau mengunakan nilai-nilai islam dalam mengatur kehidupannya. Bahkan mereka lebih rela diatur oleh aturan-aturan yang dibuat manusia itu sendiri. Sungguh aneh bukan, aturan dari sang pencipta yang maha tahu apa yang terbaik untuk hambanya mereka tolak mentah-mentah sedangkan aturan-aturan yang dibuat manusia yang terbatas mereka rela di atur olehnya.

Jika kita bongkar akar Sekuralisme sebagai sebuah pandangan hidup (world view), maka kita akan dapati didalamnya sebuah sistem keyakinan (kepercayaan), sisitem pemikiran, sisitem filosofis, sistem sains dan sistem idiologi.

Sekuralisme Sebagai Sebuah Sistem Keyakinan

Esensi dari sekuralisme adalah menuhankan diri manusia. Bilieve it or not??. Coba perhatikan dan renungkan pernyataan-pernyataan dari para pemikir yang pembawa panji sekuralisme.

 Kaum filosof rasionalis, R.F. Beerling mengatakan : “ Alam semesta bergantung pada manusia, akal tidak merasa puas dengan pengetahuan obyektif semata-mata untuk pengetahuan itu, tetapi berhasrat untuk menguasai dunia alam dan sejarah. Oleh karena keinginan itu, maka permukaan bumi berubah seperti belum pernah terjadi sebelumnya “. (abdul Qodir djaelani, sekuralisme versus islam, hal 2).
 Aliran naturalis-humanis berpendapat bahwa “hukum-hukum alam itu adalah bentukan manusia, sehingga mereka meyangkal segala bentuk yang supranatural, yang berperan sebagai pemberi hukum kepada alam semesta”.
 Neo kantianisme berpendapat : ‘ hanya fikiran yang dapat menghasilkan yang sah berlaku sebagai wujud, demikian pikiran itu dapat disebut pencipta dan pembina dunia”.
 Kaum ilmuan empiris, John lock dan David Home berkata ; “ hanya empiris atau pengalamn inderawi yang adapat diterima sebagai sumber pengetahuan dan seklaigus sumber kebenaran”.
 Kaum mistik (irasional), Henri bergson ; “ bila kita telah menemui diri kita yang sebenarnya, maka kita akan menemui inti, hakikat dari segala kenyatan kebenaran yang berada disekitar kita, dan ini adalah prestasi dari intuisi”.

Dari pendapat- penadapat diatas baik kaum pemikir yang menjadikan rasio sebagai ukuran tertinggi dalam menentukan parameter kebenaran, kaum ilmuan yang yang menjadikan pengalam indera /empiris sebagai ukuran tertinggi parameter kebenaran, atau bahkan kaum suffi yang menjadikan intuisi sebagai ukuran tertinggi dalam menentukan kebenaran tertinggi. Mereka semua telah menjadikan diri manusia sebagai tuhan, sebab, baik akal yang bersemayam di dalam otak, pengalaman yang bersemayam di dalam panca indera. Maupun intusi yang bersemayam di dalam hati, semua itu berada dan berpusat pada diri manusia. So. manusia sekuler telah menjadikan dirinya sebagai patokan kebenaran, secara tidak langsung mereka telah menuhankan dirinya sendiri.

Sekuralisme sebagai sebuah sistem pemikiran

Sistem pemikiran yang terkandung dalam sekuralisme adalah anthroposentris (anthro : manusia, sentris : pusat). Dalam artian menjadikan manusia pusat batu ujian tentang kebenaran dan kepalsuan memberi kriteria baik dan buruk, indah dan jelek (Ali syariati, 1983, 56).

Apakah mungkin manusia yang memiliki keterbatasan, mahluk yang tidak luput dari kesalahan dijadikan patokan kebenaran. Bahkan manusia belum bisa mengekplorasi kedalam dirinya sendiri secara mendalam. Apalagi dipaksakan menetukan sebuah kebenarah hakiki. bahkan Manusia masih misteri bagi dirinya sendiri. Jika kita amati pendapat-penadapa para ahli fikir, filosof ilmuan kita akan dapati pernyataan itu. Alexis careel : ‘ manusia sebagai yang belum dikenal. (Ali Syariati, 1983, 56)

P. leenhowers ; “ betapa besar usaha manusia menyelami dirinya dan bermenung tentang dirinya, selain ia akan berhadapan dengan kegelapan hidupnya, manusia tidak pernah berhasil menembus nya secara menyeluruh, ia menjadi orang asing bagi dirinya sendiri, hidupnya penuh dengan misteri “.

Sekuralisme sebagai sebuah sistem filosofis

Dari sisitem pemikiran anthrosentris, yaitu menjadikan manusia sumber penentu kebenaran, penentu mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang dikatakan indah dan mana yang dikatakan buruk, maka sekuraliasme hanya mengandalkan akalnya saja sebgai satu-satunya narasumber dalam mendaki kebenran hakiki, dengan metode spekulasi, radikal menukik kepada hal-hal dibalik realitas , semuanya hanay tunduk pada logika akal, narasumber lainnya seperti intusi dan empirisme disingkirkan jauh-jauh.

Jika kita menerawang sejarah ke jaman para filosof kita akan dapati pendapat-pendapat yang berebeda antara satu flosof dengan filosof yang lain dalam menginterpretasikan hakikat kebenaran, Thales menyatakan bahwa hakikat kebenaran dunia ini adalah air, anaximandros berpendapat apoiron : sesuatu yang tidak serupa dengan apapun, anaximenes berpendapat udara, Heraklietos berependapat tuhan yang esa yang tidak bergerak dan mengisi seluruh alam, parmanides berpendapat pikiran, pyhthagoras berependapat tuhan emperdoklas berpendapat udara, api, air, tanah. (Muhammad hatta, 1958, 5-43).

Pendapat-pendapat para filosof yunani kuno diatas berebeda dengan para filosof abad modern seperti plato yang berpendapat bahwa hakikat kebenaran adalah cita, aristoteles berpendapat entologi, spinosa berependapat subtansi, hegel berepndapat roh, Karl marx berpendapat perjuangan kelas, schopenhouer berpendapat kemauan, henri bergson berpendapat elanvital, (Abdul Qodir Jhaelani, sekularisme versus islam, 1999, 4).

Perbedaan pendapat antara satu pemikran dengan pemikiran tidak lah aneh dalam dunia filsafat, karena subtansi dari filsafat adalah berfikir secara radikal tentang hakikat sesuatu. Maka akan lahirlah hasil perenungan yang berbeda, ciri khas dari filasat adalah perbedaan pedapat, jika semua filosof mengeluarkan statement yang sama dari hasil ekplorasinya maka filsafat akan mati. Karena tidak ada lagi kontfrontasi pemikiran. Filsafat hidup karena adanya konfrontasi antara satu pendapat pemikiran dengan pemikiran yang lain.

Kegagalan Sekuralisme Dalam Membina Dunia

Muhammad natsir berkata “demikian keadaan manusia modern yang bersifat ilmiah, berjiwa kemanusiaan dan berpendangan hidup sekular itu, yang dalam suatu jaman lampau mendakwakan dirinya telah memeberi penyelamatan kepada umat manusia dari apa yang dinamakan “tiraninya takhayaul agama dan gereja”, kini peradaban modern menyadari bahwa keadaan tidaklah damai lagi, karena dia dibelenggu nafsu materi yang tidak ada batasnya dan senantiasa disibukan segala macam ambisi yang tidak terkendali hampa dari setiap bimbingan spritual, ruang hampa dalam jiwa manusia telah menjerit, meminta bimbingan spritual , agar membuat kehidupn ini cukup bernilai untuk dijalani. Dengan kata lain manusia sekerul itu telah mengalami “ kehampaan spritual (spritual vacuum)”, kelaparan spritual, yang tidak kalah berbahayanya dari kelaparan jasmani, (Muhammad Natsir. 1980, 15-16).

Islam adalah problem solving “ jalan keluar” menuju kehidupan yang berperadaban tinggi yang menjungjung nilai spritual, nilai kemanusiaan dan nilai intelektual. Islam adalah agama yang sudah paripurna, sebuah way of live yang diturunkan dari sang penguasa alam untuk kebahagiaan hidup manusia di dunia dan akhirat. Wallahu A’lam Bishowwab

Jumat, 10 Juni 2011

MENGAPA AMERIKA MENGKABURKAN DEFINISI TERORISME

Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.
(Al-Baqarah :120)

Sobat jauhar…!, Teror atau Terorisme tidak selalu identik dengan kekerasan. Terorisme adalah puncak aksi kekerasan, terrorism is the apex of violence. Bisa saja kekerasan terjadi tanpa teror, tetapi tidak ada teror tanpa kekerasan. Terorisme tidak sama dengan intimidasi atau sabotase. Sasaran intimidasi dan sabotase umumnya langsung, sedangkan terorisme tidak. Korban tindakan Terorisme seringkali adalah orang yang tidak bersalah. Kaum teroris bermaksud ingin menciptakan sensasi agar masyarakat luas memperhatikan apa yang mereka perjuangkan. kaum teroris modern justru seringkali mengeluarkan pernyataan dan tuntutan. Mereka ingin menarik perhatian masyarakat luas dan memanfaatkan media massa untuk menyuarakan pesan perjuangannya.

Mengenai pengertian yang baku apa yang disebut dengan Tindak Pidana Terorisme itu, sampai saat ini belum ada keseragaman. (aneh bin ajaib!, ada apa gerangan ??), Menurut Prof. M. Cherif Bassiouni, ahli Hukum Pidana Internasional, bahwa tidak mudah untuk mengadakan suatu pengertian yang identik yang dapat diterima secara universal sehingga sulit mengadakan pengawasan atas makna Terorisme tersebut. Oleh karena itu menurut Prof. Brian Jenkins, Phd., Terorisme merupakan pandangan yang subjektif. Tidak mudahnya merumuskan definisi Terorisme, tampak dari usaha Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan membentuk Ad Hoc Committee on Terrorism tahun 1972 yang bersidang selama tujuh tahun tanpa menghasilkan rumusan definisi. Pengertian paling otentik adalah pengertian yang diambil secara etimologis dari kamus dan ensiklopedia. Dari pengertian etimologis itu dapat diintepretasikan pengembangannya yang biasanya tidak jauh dari pengertian dasar tersebut.

Pendapat Mereka Tentang Teroris…..
Menurut Prof. Muladi : bahwa hakekat perbuatan Terorisme mengandung perbuatan kekerasan atau ancaman kekerasan yang berkarakter politik. Bentuk perbuatan bisa berupa perompakan, pembajakan maupun penyanderaan. Pelaku dapat merupakan individu, kelompok, atau negara. Sedangkan hasil yang diharapkan adalah munculnya rasa takut, pemerasan, perubahan radikal politik, tuntutan Hak Asasi Manusia, dan kebebasan dasar untuk pihak yang tidak bersalah serta kepuasan tuntutan politik lain.
Menurut US Central Intelligence Agency (CIA). Terorisme Internasional adalah Terorisme yang dilakukan dengan dukungan pemerintah atau organisasi asing dan atau diarahkan untuk melawan negara, lembaga atau pemerintahan asing .
Menurut US Federal Bureau of Investigation (FBI) Terorisme adalah penggunaan kekuasaan tidak sah atau kekerasan atas seseorang atau harta untuk mengintimidasi sebuah pemerintahan, penduduk sipil dan elemen-elemennya untuk mencapai tujuan-tujuan sosial atau politik.
Definisi ini bisa ditarik ulur oleh Amerika, bagaikan sebuah karet yang bisa ditarik kekanan oke ke kiri oke..asalkan memeberi keuntungan pada kepentingan mereka. Sebuah gerakan bisa disebut terorisme, bisa juga di keluarkan dari “definisi terorisme” semua interpretasi tentang definisi terorisme ada di otak bajingan amerika. Inilah teknik tipu daya amerika.
Ada banyak rekasa di balik rekayasa amerika, Seperti kejadian 11 september, itu adalah hasil rekayasa amerika sendiri, mengapa demikian?? Karena untuk mencari “kambing hitam”, mencari alasan agar mereka bisa melakukan infansi ke negri arab, dengan alasan memburu terorisme. Dan masih banyak lagi Fakta yang menunjukan bahwa “otak” dari kejadian 11 september adalah amerika sendiri.
Mengapa Definisi Terorisme dibiarkan kabur?
PBB telah menerbitkan beberapa resolusi dalam jangka waktu yang sangat singkat yang menyatakan perang terhadap terorisme dan para teroris. Yang sangat booming ketika paska peledakn 11 september sampai sekarang, Namun pernyataan perang ini tanpa disertai definisi, sifat, jenis, dan bentuk teror yang hendak diperanginya. Selanjutnya lembaga itu mengharuskan seluruh Negara anggotanya menyepakati perang terhadap terror tersebut. Hingga sekarang mereka belum mendefinisikannya. ada apa di balik ini semua??.
Mengapa?! Ada beberapa alasan yang sangat logis mengapa amerika mengkaburkan definisi dari teorisme.

1. Pendefinisian terorisme yang harus diperangi serta pembatasan ciri-ciri dan sifatnya akan menjadikan semua yang berada di luar definisi dan ciri-ciri ini tidak termasuk terorisme. Semua yang bergerak diluar lingkup definisi dan ciri-ciri –khususnya dari kalangan Islamis tidak mungkin diburu dengan tuduhan sebagai teroris. Berbagai aktifitas yang dilakukannya tidak mungkin dikategorikan sebagai aktifitas terorisme. Mereka tidak ingin hal semacam ini terjadi!
2. Pendefinisian terorisme yang harus diperangi bisa jadi akan dimanfaatkan oleh gerakan-gerakan kemerdekaan di seluruh dunia yang jumlahnya sangat banyak dalam perjuangan mereka untuk memerdekakan diri dari penjajahan dan kedzoliman kaum imperalis penjajah. Hal itu disebabkan gerakan-gerakan tersebut beraktifitas di luar kerangka terorisme yang disepakati untuk dihukum. Mereka juga tidak ingin hal semacam ini terjadi!
3. Pendefinisian terorisme yang harus diperangi dan disepakati, akan mencegah banyak Negara agresor untuk melakukan berbagai bentuk yang dikehendakinya terhadap bangsa-bangsa lemah, khususnya Amerika Serikat sebagai pelindung terorisme internasional dan anak tirinya, Zionis Yahudi. Mereka tidak menginginkan hal in terjadi!
4. Pendefinisian makna terorisme yang harus diperangi bisa jadi akan menampakkan bahwa jihad dan perlawanan rakyat Palestina terhadap Zionis Yahudi sebagai sebuah perjuangan legal yang tidak termasuk kategori terorisme. Ini berarti merupakan pengakuan tidak langsung bahwa Negara Zionis Yahudi merupakan Negara penjajah dan penjarah hak-hak bangsa lain, tidak memiliki legalitas, layak dilawan dan diperangi hingga mereka benar-benar terusir. Mereka tidak menginginkan hal ini terjadi, sama sekali!
5. Pendefinisian makna terorisme dan kesepakatan internasional mengenainya akan memunculkan konsekuensi dipersalahkannya Negara-negara agressor yang menggunakan semua jenis terorisme.
Pengaburan definisi terorisme yang harus diperangi ini akan menjadikan kekuatan-kekuatan adidaya dan tirani dimuka bumi ini dalam skala luas untuk melakukan campur tangan (interpensi) terhadap urusan Negara dan bangsa lain, serta menggunakan teror berskala luas dengan atas nama “Perang Terhadap Terorisme” dan “Pembururan Terhadap Para Teroris”!
Pengaburan definisi terorisme juga bisa menjadikan istilah ini seperti karet yang bisa dibentuk sesuai kemauan para politikus yang berkuasa. Mereka bisa memasukkan siapa saja yang mereka kehendaki ke dalam golongan teroris dan dibawah payung perburuan terhadap para teroris, sekalipun sebenarnya orang tersebut bukan teroris. Sebaliknya mereka bisa mengeluarkan siapa saja yang mereka kehendaki dari lingkaran terorisme, sekalipun ia benar-benar dan terbukti sebagai seorang teroris dan penjahat!
Sobat jauhar!! “Ada udang dibalik bakwan ….!!!” Dibalik definisi terorisme yang sengaja dikaburkan ini, mereka menginginkan interpretasi dari teorisme bagaikan karet yang bisa di tarik ulur kemana saja, asalkan menguntungkan mereka. Mereka bisa seenaknya mencap gerakan dakwah islam sebagai terorisme, mengapa? Karena definisi dari terorisme itu kabur, jikalau definidinya di spesifikasiakan tentunya mereka tidak bisa berbuat “ saenae’ dewe’ “ memberangus gerakan dakwah.
Amerika dan sekutunya ketika membombardir afganistan mereka beralasan memerangi terorisme, karena di afganistan di buat senjata pemusnah massal. Tapi apa yang terjadi setelah runtuhnya saddam husen?, apakah mereka menemukan senjata pemusnah massal yang mereka gembar gemborkan ke dunia publik. Sunguh kedustaan publik, tidak ada senjata pemusnah massal di sana?, lalu apakah Amaerika dengan teknologinya yang mutakhir tidak bisa mepredisikan hal tersebut sebelumnya. Dan hal yang sangat aneh perbuatan Ameriaka dengan memborbardir afganistan tidak disebut kegiatan “terorisme”?, padahal banyak warga sipil yang tidak bersalah yang meninggal. Kemanakah slogan mereka “membela hak asasi manusia, menjungjung kemerdekaan”. Mereka membela hak asasi manusia jikalau kepentingan mereka terganggu, tetapi, jika memeberi keuntungan kepada mereka slogan itu “ diperkosa ” oleh mereka sendiri.
Yahudi yang jelas-jelas merampas wilayah paletina, meneror warga palestina dan memblokade wilayah tersebut, mereka asyik saja tanpa ada gangguang sedikit pun. Inilah yang seharusnya di cap dengan “terorisme sejati”, tetapi mengapa PBB tidak melakuakn aksi yang nyata, hanya sebatas retorika dengan sebuah kecaman. Wallhua a’lam bishowwab.

Profil Pemuda Berkarakter

Oleh : Misbahuddin
Dalam hadist, pemuda sering diistilahkan dengan kata-kata syaabun. Dalam sebuah hadis riwayat Imam Bukhari, disebutkan bahwa diantara 7 kelompok yang akan mendapatkan naungan Allah SWT pada hari ketika tak ada naungan, selain naungan-Nya, adalah Syaabun nasya’a fii ‘ibaadatillah (pemuda yang tumbuh berkembang dalam pengabdian kepada Allah SWT).
Sepanjang peradaban manusia, pemuda adalah pelopor. Berbagai perubahan terjadi di setiap bangsa, selalu digerakkan oleh pemuda. Di balik setiap transformasi sosial, juga ada anak muda. Ibarat sang surya, maka pemuda bagaikan sinar matahari yang berada pada tengah hari dengan terik panas yang menyengat. Yang menentukan fase kehidupan manusia sejak di janin, balita, kanak-kanak, dewasa dan masa tua adalah usia murahiq – masa muda - (antara 30-40), meminjam istilah ahli kepribadian. Berbagai bakat, potensi, kecenderungan, baik mengarah kepada kebaikan maupun kepada kejahatan memiliki dorongan yang sama kuatnya ketika pada masa muda. Itulah sebabnya, kegagalan dan keberhasilan seseorang, kematangan kepribadian manusia pada masa tua ditentukan oleh masa mudanya.
Dalam al Quran pemuda menggunakan istilah ‘fatan’. Sebagaimana firman Allah SWT:
Mereka berkata: “Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim.” (Al Anbiya (21) : 60).
Dalam Islam, dikenal “vionir leader” yang mengenalkan tauhid, dialah Ibrahim. Ia menegakkan nilai-nilai tauhid di tengah dominasi dan hegemoni paham paganisme, seorang diri. Bahkan bapaknya sendiri melawannya. Kalau bukan kesabaran dan keyakinan yang terpatri di dalam hati, mustahil misi suci ini bisa diwujudkan.
Sebagaimana kisah Ashabul kahfi pada surat Al Kahfi (18) ayat 10 dan 13.
“(Ingatlah) tatkala pemuda-pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua lalu mereka berdoa : Ya Tuhan kami berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-MU dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini).
Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita ini dengan benar. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk.”
Karakteristik Pemuda Pejuang (Aktivis Tauhid)
Eksistensi dan perana pemuda sangat urgen. Dalam al-Quran ataupun hadits, banyak diucapkan karakteristik/jati diri sosok pemuda ideal yang harus dijadikan teladan oleh pemuda yang bercita-cita sebagai orang atau pemimpin sukses.
Pertama, memiliki keberanian (syaja’ah) dalam menyatakan yang hak (benar) itu hak (benar) dan yang batil (salah) itu batil (salah). Katakanlah kebenaran walaupun rasanya pahit (al Hadits). Jihad yang paling tinggi adalah kalimat haq di depan pemimpin yang zalim (al Hadits). Lalu, siap bertanggung jawab serta menangung resiko ketika mempertahankan keyakinannya.
Contohnya adalah pemuda Ibrahim yang menghancurkan “berhala-berhala” kecil, lalu dan menggantung kapaknya ke “berhala” yang paling besar untuk memberikan pelajaran kepada kaumnya bahwa menyembah berhala itu (tuhan selain Allah SWT) sama sekali tidak bisa mendatang manfaat dan menolak bahaya. Kisah keberaniannya dikisahkan dalam surat al-Anbiya’[21] ayat 56-70.
Kedua, ia memiliki rasa ingin tahu yang tinggi (curiosity) untuk mencari dan menemukan kebenaran atas dasar ilmu pengetahuan dan keyakinan. Artinya, tidak pernah berhenti dari belajar dan menuntut ilmu pengetahuan (QS al-Baqarah [2]: 260). Semakin banyak ilmu yang dimilikinya, ia menyadari betapa banyak ilmu yang belum diketahui. Semakin berilmu, semakin tunduk tauhidnya pada wahyu.
Ketiga, selalu berusaha dan berupaya untuk berkelompok dalam binkai keyakinan dan kekuatan akidah yang lurus, seperti pemuda-pemuda Ashabul Kahfi yang dikisahkan Allah SWT pada surah al-Kahfi [18] ayat 25. Bukan berkelompok untuk mengadakan konspirasi jahat (makar). Atau berpikir yang aneh-aneh hanya untuk cari sensasi.
Para pemuda pejuang yang berkarakter ala Ibrahim, ia ingin berkelompok bukan untuk huru-hara atau tujuan yang tidak ada manfaatnya. Tetapi berkelompok dalam kerangka ta’awun ‘alal birri wat taqwa (bersinergi dalam kebaikan dan ketakwaan). Bukan berkerjasama dalam perbuatan dosa dan permusuhan.
Keempat, selalu berusaha untuk menjaga akhlak dan kepribadian sehingga tidak terjerumus pada perbuatan asusilasi. Hal ini seperti kisah nabi Yusuf dalam surah Yusuf [12] ayat 22-24. Pemuda dengan tipe ini, bisa digambarkan pada sosok Nabiullah Yusuf yang tak tergoda nafsu,meski kesempatan ada. Yusuf tak mau meladeni wanita (Zulaikha) yang terus menggodanya. Ketika Yusuf digoda, ia justru berkata: "Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik."
Kelima, memiliki etos kerja dan etos usaha yang tinggi serta tidak pernah menyerah pada rintangan dan hambatan. Ia memandang berbagai kesulitan adalah sebagai peluang untuk mengukir prestasi dan sarana kematangan jiwa. Seandainya menjadi manusia besar itu mudah, betapa banyak manusia yang terlahir sebagai pahlawan, meminjam ungkapan ahli sastra Arab.
Hal itu diperagakan oleh sosok pemuda Muhammad yang menjadikan tantangan sebagai peluang untuk sukses hingga ia menjadi pemuda yang bergelar al-Amin (terpercaya) dari masyarakat.
Wahai pemuda, marilah kita ikuti perjalan sosok-sosok yang mengagumkan itu.Wahai para orantua, tak ada salahnya, kita persiapkan anak-anak kita dalam tipe pemuda yang berkarakter itu. Merekalah sosok pemuda ideal yang dicontohkan dalam al-Quran dan Hadits. Mudah-mudahan mereka bisa menjadi sumber inspirasi bagi para pemuda Indonesia masa kini dan masa depan. Wallahu a’lam bishshowab.*

Membongkar “Hubungan Mesra” Antara Bencana Longsor Di Garut VS Teologi

Oleh : Boedakz Baghe’r

Malam sudah memakai jubah hitamnya, sekonyong-konyong terdengar berita di tv mungilku “ telah terjadi bencana longsor di garut yang menimbun beberapa rumah warga “ . akupun berkata dalam hati “sungguh aneh negriku ini”, bencana yang satu belum selesai, bencana yang lain sudah menyusul. jikalau kita bertafakur sejenak, semenjak presiden tercinta Susilo Bangbang Sudoyono terpilih bencana datang silih berganti, (coba renungkan wahai sobat jauhar). apa penyebab dari ini semua??.
Arta Wijaya seorang penulis lepas, pernah mengatakan ketika menjadi pemateri di sebuah seminar “negri indonesia ditimpa berbagai musibah karena presiden kita suka bermain kelenik, dan saya punya data-datanya, maka tidak heran Allah menurunkan azabnya kepada negri indonesia”, sebuah statement yang perlu di renungkan oleh kita selaku insan akedemis yang selalu mencoba melihat segala hal dengan pola“multi perfektif ” tidak hanya melihat penomena dari satu sisi saja.
Disisi lain Bencana bisa di akibatkan juga oleh alam itu sendiri “an sich” (alam yang sakit), atau bisa diakibatkan oleh “ human error ”. SBY mengatakan “bencana alam, termasuk lumpur labindo adalah karena penomena alam”. Ada apa gerangan dengan pernyataan beliau, jelas-jelas bencana lumpur lapindo dan di tanah papua telah tejadi ekploitasi alam secara masif dan destruktif oleh korporasi asing dan tangan-tangan manusia yang tidak bertanggung jawab, statement ini sangat tidak logis menyalahkan alam atas bencana yang ada. Yang jika di tela’ah kebanyakan bencana adalah akibat dari ekplotasi, pengerukan alam, pencemaran alam yang terjadi secara masif dan sangat berlebihan.
Sebaliknya Masyarakat yang awam kadang menilai bencana itu dari sudut pandang teologis saja, mereka mengangap bahwa bencana alam datang kerena murka “ Pangeran nu Gusti Agung” (dibaca: Tuhan) karena banyak manusia berdosa. Teologi semacam ini tidak lah salah secara seutuhnya. Tetapi kita di anugrahi akal untuk mengekplorasi secara kritis apa penyebab utama dari bencana ini, tanpa menghilangkan spritualitas ketuhanan.
Keyakinan bahwa tuhan adalah di balik semua bencana dan penomena jelas sangat berbahaya jika kita melihatnya secara teologis. Coz, tuhan akan dipersalahkan sebagai biang dari segala bencana di dunia, tuhan menjadi terdakwa (blaming the god), ini lah dalam term teologi disebut idiologi jabariyyah.
Kemungkaran Berfikir Dalam Memahami Bencana.
sebagian ada yang mempunyai keyainan bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam ini adalah karena kehendak tuhan, manusia tidak mempunyai kontribusi dalam setiap kejadian di alam semesta ini, termasuk bencana yang menimpa indonesia bertubi-tubi.
Neo jabariyyah abad 21 telah muncul melanjutkan pemahaman para pendahulunya tentang hakikat “takdir kehidupan”, manusia ibarat wayang yang dimainkan oleh sang dalang, wayang tidak bisa berbuat apa pun, sang wayang di gusur paksa menuruti gerak dan kemauan “Tuhan”.
Jika kita kita ekplorasi Al-qur’an, kita akan dapati bahwa, segala sesuatu disisi Allah mempunyai takdirnya (lihat QS.Ar-Rad : 8). Dan di ayat lain dinyatakan ; “dan tuhanmu itu menciptakan apa yang dikehendaki dan dipilihny, sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka “ (QS.Al-Qoshas :8).
Sayangnya hujjah diatas difahami secara farsial, mengambil kesimpulan hanya dengan beberapa ayat al-qur’an tanpa meng- “Thoriqotu Jam’i” (memadukan ayat-ayat yang dianggap bertentangan dalam sebuah kesimpulan) di antara ayat-ayat alqur’an, dan membuat pemahaman yang universal dan integral.
Disisi lain sebagian intelektual lebih cendrung kepada pemikiran mu’tajilah (free will) dalam mehami peristiwa, termasuk bencana. bencana hanya dipandang dari perfektif kemanusiaan saja, maka hasilnya manusia adalah (blaming the men) sosok yang disalahkan, manusia adalah sebab utama segala peristiwa di alam ini, coz, manusia mempunyai kehendak yang bebas tanpa campur tangan tuhan sedikitpun, maka Tuhan tidak memiliki kontribusi apapun dalam penomena alam dalam perfektif aliran sempalan ini.

Aqidah Tauhid Sebagai Landasan Pundamental Dalam Kehidupan.
Aqidah tauhid adalah landasan pertama dalam hidup dan kehidupan kita, karena aqidah tauhid bagaikan akar pohon yang menghujam kedasar bumi, jika akar itu rontok maka pohon pun akan tumbang. Jika di dalam diri manusia tidak ada akidah yang kuat maka hidupnya akan tumbang digerus arus kehidupan.
Jika kita tela’ah ayat alqur’an kita akan dapati dua ayat yang menururut perfektif penulis saling melengkapi, pertama “kerusakan di darat dan dilaut yang tampak disebabkan oleh perbuatan tangan manusia. Maka, sebagai akibat dari perbuatannya (datanglah bencana) supaya manusia mersakan sebagaian dari ulah perbuatannya agar mereka kembali ke jalan yang benar’’ (QS.Ar-Rum : 41). Yang kedua “dan tuhanmu itu menciptakan apa yang dikehendaki dan dipilihny, sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka “ (QS.Al-Qoshas :8). Dua ayat ini menjadi reprentatif bahwa ayat Al-Qur’an ketika hendak dijadikan paradigma berfikir maka jangan dipahamai secara pasial, dalam artian memakai satu ayat dengan meninggalkan ayat yang lain. So..!!, didalam mengekplorasi hikmah dibalik bencana kita meliahatnya dalam dua perfektif, perfektif Qudrah Tuhan. dan perfektif Sebab-Musabab. Maka paradigma ini akan menghasilkan seorang manusia yang berakidah lurus dan berakal tajam.
Didalam QS Al-Baqarah : 30 menegaskan bahwa manusia diciptakan untuk menjadi khalifah fil ardi (perdana mentrinya Allah), maka jika paradigama kehidupan kita bertolak dari ayat ini maka kita akan menjalani hidup dan kehidupan ini dnegan penuh amanah, dan tanggung jawab, karena bumi ini adalah amanat tuhan ayng diberikan kepada manusia yang harus dipertanggung jawabkan.
Ketika manusia kehilangan “ paradigma tauhid ” maka yang akan muncul adalah “ paradigma kebinatangan ” yang rakus, dan suka berbuat kerusakan. Maka tidak heran banyak manusia yang melakukan pengeboran, mengeruk, mengekplotasi alam secara berlebihan tanpa memikirkan akibatnya. Maka tidak heran sang alam pun murka dan mengirim bencana kepada manusia karena akibat dari tanggan-tangan “manusia binatang”.
paradigama tauhid buka hanya sekedar konsep keimanan atau bahan retorika belaka yang jauh dari tindakan nyata. Tetapi Paradigma bertauhid adalah suplement urgen yang harus di tanam didalam jiwa sebagai pegangan hidup. dan diaktualisasikan dalam kehidupan sehar-hari. Wallahu A’lam Bishowwab.

PERTENGKARAN SAINS VS AGAMA

Oleh : Misbahuddin


Teringat perkataan seorang guru di masa kecil “ kalo orang jepang dan orang indonesia di penjara, maka apa yang akan terjadi ketika mereka keluar penjara??, orang jepang dia akan keluar dengan membuat kapal-kapalan dari tanah yang disentuh dengan kreativitas, lalu orang indonesia keluar dengan membawa pulau yang terbuat dari air liurnya ketika tidur.....”. mungkin ini sebuah anekdot untuk menggambarkan sebuah motivasi yang dimilik orang indonesia amalatlah rendah. Motivasi untuk bergerak, berkreasi, dan mengekplorasi hal-hal yang baru. Padahal mayoritas orang indonesia adalah muslim. Dan jika kita melihat subtansi ajaran islam yang pertama diturunkan adalah “bacalah dengan menyebut nama tuhanmu yang menciptakan”, maka seyogyanya spirit untuk mengekplorasi hal-hal yang baru dalam bidang apapun yang membawa kebaikan harus kita jaga dan pelihara sebagai “misi suci” kita sebagai khalifah fil ardi.
Semangat kreativitas untuk selalu “mengekpolrasi” hal-hal yang baru selalu melekat pada esensi ajaran islam, wahyu pertama yang diturunkan Allah adalah kaliamt “ IQRA ” alias bacalah, membaca dalam arti yang sangat luas termasuk dalam ranah pengetahuan alam yang dikenal dalam istialah kita “ayat kauniyyah”, dimana ilmu-ilmu tentang ayat-ayat kauniyyah atau dalam istilah sekarang disebut Sains, ternyata sains pada masa-masa setelah tragedi renaisance di barat telah mengalami pemerkosaan, didhalimi dengan mengambil kehormatannya yang sangat pundamental yaitu dihilangkannya unsur-unsur kesakralan (unsur-unsur kretivitas tuhan ) dalam penomena-penomena yang terjadi di alam. Maka ini sangat berpengaruh terhadap pola pikir manusia dalam hidup dan kehidupan menjadi materialistis, disisnilah pertengkaran sains dan agama dimulai.
Sains di “ perkosa ” oleh tragedi renaisance
Setelah sekian lama Eropa hidup dalam masa kegelapan (The Dakc Age ), ternyata mereka bosan juga, dan sedikit-sedikit menggeliat dari tidur pulasnya, mereka melihat dunia sengguh menakjubkan, kemajuan peradaban islam pada saat itu sungguh sangat pesat, tidak ada satupun bidang ilmu pengetahuan kecuali orang islam mendalaminya, baik melanjutkan pengetahuan ekperimen orang-orang sebelumnya, ataupun membuat teori-teori yang baru. sungguh pola kehidupan ini sangat jauh dari kehidupan manusia eropa pada masa itu.
Perlahan-lahan tetapi pasti manusia eropa bergerilya melakukan gerakan “Undergrown” (gerakan bawah tanah ) untuk mencapai kemajuan perdaban yang begitu tinggi yang sudah di capai di dunia islam.
Manusia eropa melihat cela untuk “merampok” peradaban islam itu, mereka melihat umat islam sudah terjangkit virus cinta dunia dan takut mati, membudayannya paham taklid buta, meraja lelanya paham jabariyyah (determinisme / keyakinan manusia wayang di dalm kehidupan). Dan Invansi tentara mongol ke bagdad pada tahun 1258 M, yang mengkibatkan islam porak poranda.
Setelah manusia eropa meyerap beradaban yang sudah islam capai, maka trejadilah revolusi besar di eropa yaitu tragedi renaisance (masa pencerahan). Bahasa ke’rennya Enlightment.
Renaisance adalah oknum yang bertanggung jawab atas pertengkaran sanis dengan agama, dan pemerosaan sains selama dasawarsa ini. Sains sekarang sudah terpola secara kultural dan struktural dengan paradigma barat untuk durhaka kepada agama, khusunya kepada ibu kandungnya yaitu islam.
Teori Darwin, Teori Freund, Teori Karl Marx, mereka adalah para pemerkosa Tuhan, ditangannya tuhan seolah-olah mati dan tidak ada harganya. Tuhan disingkirkan dari ranah ke-alaman dan dari kehidupan manusia. Maka pemikiran meaterialisme ini terakumulasi dalam otak para manusia dan timbulah dari sini pertentangan sengit antara sains dan agama, pengembangan sains tidak boleh disangkut pautkan dengan doktirin agama, sains baik dalam lingkup ke-alaman maupun kemanusiaan, harus objektif, bebas nilai (freevalue). Itulah virus sekularisasi yang akan berkembang kepada idiologi ateis.
Islam memelihara “ keperawanan ” Sains
Sains di kembangkan oleh umat islam karena landasan idiologis “IQRA”, yang menimbulkan rasa kaguman kepada Alam. Perintah iqra (bacalah) dengan membaca segala sesuatu yang besifat fenomena maupun nomenon (sesuatu dibalik penomena) dari alam (ayat kauniyyah) maupun dari ayat qur’aniyah. Kedua komponen ini adalah satu kesatuan dalam mencapai puncak kebenaran (The Ultimate True), bagaikan dua sisi mata uang yang tidak boleh dipisahkan, jika di pisahkan maka uang itu tidak kan berarti lagi. Keduanya harus saling menjelaskan (Reciprocal Enrichment). Keduanya pasti akan klop, jika tidak klop antara islam dan sains berarti ada yang salah.
Islam adalah pemelihara keperawanan sains, dalam artian sains tidak akan kehilangan suatu unsur yang sangat terhormat dan mulia, unsur penyebab utama dari segala sesuatu, yaitu unsur ketuhanan. “ bacalah dengan nama tuhanmu yang menciptakan..!!!”, ayat suci inilah yang akan menjadi rujukan ilmuan muslim untuk mengintegrasikan penemuan sains dengan unsur ketuhanan, maka lahirlah sains yang menambah keimanan, sains yang tidak membuat kering jiwa, dan tentunya sains yang membuat kita sadar siapa diri kita?, siapa pencipta kita?, dari mana asal dan kemana kita kan berpulang?. -------- Wallahu A’lam Bishowwab------------

Minggu, 01 Mei 2011

Membongkar Ilmu Pendidikan Islam

Mukoddimah
Sebelum mengekplorasi lebih jauh tentang hakikat pendidikan islam alangkah bijaknya kita mengamati para komentator / para ahli dalam bidang tersebut, diantaranya yaitu Ahmad D. Marimba, misalnya mengatakan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si – terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.
Berdasarkan rumusannya ini, Marimba menyebutkan ada lima unsur utama dalam pendidikan, yaitu: (1) Usaha (kegiatan) yang bersifat bimbingan, pimpinan atau pertolongan yang dilakukan secara sadar; (2) Ada pendidik, pembimbing atau penolong; (3) Ada yang di didik atau si terdidik; dan (4) Adanya dasar dan tujuan dalam bimbingan tersebut, dan. 5) Dalam usaha tentu ada alat-alat yang dipergunakan.
Sebagai suatu agama, Islam memiliki ajaran yang diakui lebih sempurna (the perfect religion) dan kompherhensif dibandingkan dengan agama-agama lainnya yang pernah diturunkan Tuhan sebelumnya. Sebagai agama yang paling sempurna ia dipersiapkan untuk menjadi pedoman hidup sepanjang zaman (religie pererenis)atau hingga hari akhir. Islam tidak hanya mengatur cara mendapatkan kebahagiaan hidup di akhirat, ibadah dan penyerahan diri kepada Allah saja, melainkan juga mengatur cara mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia termasuk di dalamnya mengatur masalah pendidikan. Sumber untuk mengatur masalah pendidikan. Sumber untuk mengatur kehidupan dunia dan akhirat tersebut adalah al Qur’an dan al Sunnah.ada perkataan yang dinukil pak natsir dalam bukunya capita selecta “islam is indeed much more than a system teologi, it is a complete cicilizatian”. Maka disini jelas bahwa perkembangan dunia harus di relevansikan dengan islam, jangan islam di relevansikan dengan jaman.
Sebagai sumber ajaran al Qur’an sebagaimana telah dibuktikan oleh para peneliti ternyata menaruh perhatian yang besar terhadap masalah pendidikan dan pengajaran. Demikian pula dengan al Hadist, sebagai sumber ajaran Islam, di akui memberikan perhatian yang amat besar terhadap masalah pendidikan. Nabi Muhammad SAW, telah mencanangkan program pendidikan seumur hidup (long life education ). Dan wahyu pertama yang diturunkan merupakan bukti yang mendasar bahwa pendidikan adalah hal yang sangat urgen dalam beragama maupun dalam keduniawian.
Dari uraian diatas, terlihat bahwa Islam sebagai agama yang ajaran-ajarannya bersumber pada al- Qur’an dan al Hadist sejak awal telah menancapkan revolusi di bidang pendidikan dan pengajaran (education revolution). Langkah yang ditempuh al Qur’an ini ternyata amat strategis dalam upaya mengangkat martabat kehidupan manusia. Kini diakui dengan jelas bahwa pendidikan merupakan jembatan yang menyeberangkan orang dari keterbelakangan menuju kemajuan, dan dari kehinaan menuju kemuliaan, serta dari ketertindasan menjadi merdeka, dan seterusnya.
Dasar pelaksanaan Pendidikan Islam terutama adalah al Qur’an dan al Hadist Firman Allah : “ Dan demikian kami wahyukan kepadamu wahyu (al Qur’an) dengan perintah kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah iman itu, tetapi kami menjadikan al Qur’an itu cahaya yang kami kehendaki diantara hamba-hamba kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benarbenar memberi petunjuk kepada jalan yang benar ( QS. Asy-Syura : 52 )” Dan Hadis dari Nabi SAW : “ Sesungguhnya orang mu’min yang paling dicintai oleh Allah ialah orang yang senantiasa tegak taat kepada-Nya dan memberikan nasihat kepada hamba-Nya, sempurna akal pikirannya, serta mengamalkan ajaran-Nya selama hayatnya, maka beruntung dan memperoleh kemenangan ia” (al Ghazali, Ihya Ulumuddin hal. 90)”
Pendidikan dalam arti umum mencakup segala usaha dan perbuatan dari generasi tua untuk mengalihkan pengalamannya, pengetahuannya, kecakapannya, serta keterampilannya kepada generasi muda untuk memungkinkannya melakukan fungsi hidupnya dalam pergaulan bersama, dengan sebaik-baiknya. Corak pendidikan itu erat hubungannya dengan corak penghidupan, karenanya jika corak penghidupan itu berubah, berubah pulalah corak pendidikannya, agar si anak siap untuk memasuki lapangan penghidupan itu. Pendidikan itu memang suatu usaha yang sangat sulit dan rumit, dan memakan waktu yang cukup banyak dan lama, terutama sekali dimasa modern dewasa ini. Pendidikan menghendaki berbagai macam teori dan pemikiran dari para ahli pendidik dan juga ahli dari filsafat, guna melancarkan jalan dan memudahkan cara-cara bagi para guru dan pendidik dalam menyampaikan ilmu pengetahuan dan pengajaran kepada para peserta didik. Kalau teori pendidikan hanyalah semata-mata teknologi, dia harus meneliti asumsi-asumsi utama tentang sifat manusia dan masyarakat yang menjadi landasan praktek pendidikan yang melaksanakan studi seperti itu sampai batas tersebut bersifat dan mengandung unsur filsafat. Memang ada resiko yang mungkin timbul dari setiap dua tendensi itu, teknologi mungkin terjerumus, tanpa dipikirkan buat memperoleh beberapa hasil konkrit yang telah dipertimbangkan sebelumnya didalam sistem pendidikan, hanya untuk membuktikan bahwa mereka dapat menyempurnakan suatu hasil dengan sukses, yang ada pada hakikatnya belum dipertimbangkan dengan hati-hati sebelumnya.
Sebagai ajaran (doktrin) Islam mengandung sistem nilai diatas mana proses pendidikan Islam berlangsung dan dikembangkan secara konsisten menuju tujuannya. Sejalan dengan pemikiran ilmiah dan filosofis dari pemikir-pemikir sesepuh muslim, maka sistem nilai-nilai itu kemudian dijadikan dasar bangunan (struktur) pendidikan islam yang memiliki daya lentur normatif menurut kebutuhan dan kemajuan.
A. Pengertian ilmu Pendidikan Islam
Untuk memberikan pengertian tentang pendidikan Islam, maka perlu diketahui dari mana asal kata tersebut. Kata “pendidikan” adalah terjemahan dari bahasa Arab, yakni Rabba-Yurabbi-Tarbiyyatan. Kata tersebut bermakna : Pendidikan, pengasuhan dan pemeliharaan (A.W. Munawwir, 1997 : 470).
Dalam Alquran banyak dijumpai ayat yang mempunyai arti yang sama dengan pengertian di atas. Ayat-ayat tersebut dapat dilihat pada:
رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَـانِى صَغِيْرًا
Artinya :Ya, Allah kasihanilah mereka berdua sebagaimana mereka telah membimbing aku waktu kecil (Q.S. 17 : 24).
Selanjutnya dapat pula dilihat pada ayat berikut:
قَالَ أَلَمْ نُرَبِّكَ فِيْنَا وَلِيْدًا وَلَبِثْتَ فِيْـنَا مِنْ عُمْرِكَ سِنِيْنَ
Artinya :
Fir’aun menjawab: Bukankah kami telah mengasuhmu di antara (keluarga) kami, waktu kamu masih kanak-kanak dan kamu tinggal bersama kami beberapa tahun dari umurmu (Q.S. 26 : 18).
إِنَّـهُ رَبِِّي أَحْسَنَ مَثْوَايَ
Artinya :
Sungguh Tuhanku telah memperlakukan aku dengan baik (Q.S.12: 23).
Pengertian pendidikan yang kita pahami sekarang belum terdapat pada zaman Rasulullah saw. Namun usaha dan kegiatan yang dilakukan oleh Nabi dalam menyampaikan usaha dakwahnya memberi contoh dan melatih keterampilan berbuat kebajikan, memberi motivasi dan menciptakan lingkungan sosial yang mendukung pelaksanaan ide pembentukan pribadi muslim itu telah mencakup arti pendidikan dalam pengertian sekarang. Hal ini seiring dengan apa yang dikatakan oleh Zakiah Daradjat dalam bukunya “Ilmu Pendidikan Islam”. Apa yang beliau lakukan dalam mendidik manusia kita rumuskan sekarang dengan pendidikan Islam. Cirinya ialah perubahan tingkah laku sesuai dengan ajaran Islam. Adapun pendidikan dalam pemahaman Islam ialah pertumbuhan yang seimbang antara pertumbuhan jasad, akal, dan ruh (Muhammad Imarah, 1992 : 63).
Selain pengertian di atas juga terdapat definisi pendidikan Islam yang dikemukakan oleh Ahmad Tafsir bahwa: Pendidikan Islam bagi saya ialah bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam. Bila disingkat pendidikan Islam ialah bimbingan terhadap seseorang agar ia menjadi muslim semaksimal mungkin (Ahmad Tafsir, 1992 : 32).
Di samping pengertian-pengertian di atas, masih banyak lagi pengertian yang dikemukakan oleh para ahli pendidikan. Namun cukup dimengerti bahwa dari pengertian yang mereka kemukakan dapat dipahami bahwa pendidikan merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh seorang pendidik terhadap anak didiknya dengan tujuan membimbing ke arah yang lebih sempurna yakni dengan menggunakan sarana atau alat belajar dan berlangsung pada suatu tempat tertentu.
B. Ruang Lingkup Pendidikan Islam

Pendidikan sebagai ilmu yang mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Karena didalamnya banyak segi-segi atau pihak-pihak yang ikut terlibat baik itu secara langsung maupun tidak langsung.
Adapun segi-segi atau pihak-pihak yang terlibat dalam pendidikan Islam sekaligus menjadi ruang lingkup pendidikan islam adalah sebagai berikut :

1) Perbuatan mendidik itu sendiriMaksudnya adalah seluruh kegiatan, tindakan atau perbuatan dan sikap yang dilakukan oleh pendidikan sewaktu menghadapi / mengasuh anak didik.
2) Anak didik (murid); yaitu merupakan obyek terpenting dalam pendidikan Islam
3) Dasar dan tujuan pendidikan Islam; yaitu landasan yang menjadikan fundamen dan sumber dari segala kegiatan pendidikan Islam yang dilakukan.
4) Pendidik : Pendidik yaitu sebagai subjek yang melaksanakan pendidikan Islam. Ini memiliki peranan yang sangat penting, berhasil atau tidaknya proses pendidikan banyak ditentukan oleh mereka.
5) Materi pendidikan Islam; yaitu bahan, atau pengalaman-pengalaman belajar ilmu agama
6) Metode pendidikan Islam; yaitu cara yang paling tepat dilakukan oleh pendidikan untuk menyampaikan bahan atau materi pendidikan islam kepada anak didik
7) Evaluasi pendidikan; yaitu menurut cara bagaimana mengadakan evaluasi atau penilaian terhadap hasil belajar anak didik.
8) Alat-alat pendidikan Islam; yaitu alat-alat yang dapat digunakan selama melaksanakan pendidikan Islam agar tujuan pendidikan Islam tersebut lebih berhasil.
9) Lingkungan sekitar atau milieu pendidikan Islam; yaitu keadaan-keadaan yang ikut berpengaruh dalam pelaksanaan serta hasil pendidikan Islam.

C. Tujuan Pendidikan Islam
Pada hakikatnya, pendidikan adalah proses yang berlangsung secara kontiniu dan berkesinambuangan. Berdasarkan hal ini, maka tugas dan fungsi yang perlu di emban oleh Pendidikan Islam, adalah membentuk manusia seutuhnya (perfect human/insan kamil) yang berlangsung sepanjang hayat. Konsep ini bermakna bahwa tugas dan fungsi pendidikan memiliki sasaran pada peserta didik yang senantiasa tumbuh dan berkembang secara dinamis mulai dari kandungan hingga akhir hayat.
Secara umum tugas pendidikan Islam adalah membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan peserta didik dari tahap ke tahap kehidupannya sampai mencapai titik kemampuan optimal. Secara structural, pendidikan Islam menuntut adanya struktur organisasi yang mengatur jalannya proses pendidikan, baik dalam dimensi vertical maupun horizontal. Sementara secara institusional, ia mengandung implikasi bahwa proses pendidikan yang berjalan.

Menurut Abdul Fatah Jalal, tujuan umum pendidikan Islam ialah terwujudnya manusia sebagai hamba Allah. Jadi menurut Islam, pendidikan haruslah menjadikan seluruh manusia yang menghambakan kepada Allah, yang dimaksudkan menghambakan diri ialah beribadah kepada Allah.
”Islam menghendaki agar manusia dididik supaya ia mampu merealisasikan tujuan hidupnya sebagaimana yang telah digariskan oleh Allah. Tujuan hidup manusia itu menurut Allah ialah beribadah kepadfa Allah. Seperti dalam surat Ad Dzariyat ayat 56 :Artinya :”Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”.

Menurut al-Attas (1979: 1) menghendaki tujuan pendidikan Islam adalah manusia yang baik. Ini terlalu umum, Marimba (1964 : 39) berpendapat bahwa tujuan pendidikan islam ialah berbentuk orang yang berkepribadian muslim. Ini pun terlalu umum Al Abrasyi (1974 : 15) menghendaki tujuan akhir pendidikan islam ialah manusia yang berakhlak mulia. Ini juga amat umum, menurut Mursy (1977 : 18) menyatakan bahwa tujuan akhir pendidikan menurut Islam ialah manusia sempurna ini pun terlalu umum, sulit dioperasikan, maksudnya. Sulit dioperasikan dalam tindakan perencanaan dan pelaksanaan pendidikan secara nyata.
Ada rumusan baru tentang tujuan dari pendidikan islam yang penulis dapatkan dari pengajian ustadz Teten Romly Qomarudin di tambah pemdalam penulis tentang pembahasan tersebut maka lahirlah sebuah kesimpulan inti (the ultimate conclution) bahwa tujuan dari pendidikan islam adalah untuk membentuk manusia hidup seimbang (tawajun) dalam menumbuh kembangkan tiga aspek yang akan selalu mengiri hidup dan kehidupan manusia itu sendiri yaitu akal (mind),jasad dan hati (intellect) menjadikan satu kesatuan yang berkembang menuju pengabdian terhadap yang menciptakanya, dengan cara menjiwai kepribadian nabi muhammad dan para sahabat rasul. Ini merupakan sebuah analisa saja yang setiap para pemikir (the free thingker) bisa mengejawantahkan hasil dari renugannya tentang sebuah problematika. Yang pada intinya bahwa tujuan pendidikan islam adalah sama dengan tujuan manusia itu untuk apa diciptakan, demikian paparan dari muhamamad natsir di bukunya yang monumental selecta capita.
Wallahu a’lam bishowwab.




DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Hanafi, M.A., Pengantar Filsafat Islam, Cet. IV, Bulan Bintang, Jakarta, 1990.
Prasetya, Drs., Filsafat Pendidikan, Cet. II, Pustaka Setia, Bandung, 2000.
Abuddin Nata, M.A., Filsafat Pendidikan Islam, Cet. I, Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1997.
Natsir,M.,Capita Selecta, Percetakan Abadi,Jakarta, 2008.
Azra, Azyumardi., MA. Pendidikan Islam, Logos Wacana Ilmu, Jakarta,2003.
Munzier,Drs.MA, Watak Pendidikan Islam, Friska Agung Insani, Jakarta, 2000.

ULAMA DAN ILMUAN

Mukodimmah

Ulama yang merupakan bentuk jama’ dari kata alim merupakan orang yang memiliki pengetahuan tentang hukum Allah (ahkam Allah). Hukum Allah tidak terbatas pada hukum-hukum agama, tetapi mencakup hukum-hukum alam atau yang dalam bahasa al-Qur’an disebut dengan sunnatullah. Nabi Saw mendapat pengetahuan ilahi yang mencakup seluruh aspek kehidupan, dan tidak terbatas pada pengetahuan hukum agama. Kenabian baginda Muhammad Saw menjadi logos ketuhanan yang menyinari seluruh jagat raya dan isinya. Logos ketuhanan itu bersifat menyeluruh bagi semua kehidupan. Oleh karena itu, tidak tepat jika pengertian ulama hanya dikhususkan untuk pengetahuan agama, semantara pemilik pengetahuan non agama tidak disebut dengan ulama.

Generasi awal Islam tidak mengenal pembedaan antara pemilik pengetahuan agama dan pemlik pengetahuan non agama. Pengertian ulama mengacu pada mereka yang memiliki pengetahuan, apapun bidang dan jenis pengetahuan yang dimiliki. Kenyataan yang dapat ditemukan dalam literatur-literatur Islam klasik adalah orang yang ahli filsafat disebut dengan al-failasuf, orang yang pintar dalam bidang logika disebut dengan ahl al-manthiq, orang yang ahli mengobati disebut dengan al-thabib, orang yang menonjol di bidang agama disebut dengan rijal al-din dan seterusnya. Semuanya masuk dalam kategori ulama. Mereka disebut ulama karena dipercaya menguasai dan memiliki pengetahuan, dan dengan pengetahuannya mereka mengajarkan dan membimbing umat manusia ke jalan yang benar. Mereka inilah pewaris para nabi dalam mentransmisikan pengetahuan kepada umat manusia.

Kenyataan yang terjadi di tengah kehidupan kita adalah justru ulama mendapat pengertian sebagai orang yang memiliki pengetahuan agama atau hukum agama. Orang yang memiliki pengetahuan di luar bidang agama disebut dengan ilmuwan. Munculnya dikotomi antara ulama dan ilmuwan seperti yang sedang terjadi merupakan representasi nyata dari perseteruhan antara agama dan filsafat yang sudah berlangsung sejak lama dalam sejarah pengetahuan Islam. Maka tidak heran, pengertian ulama mengalami penyempitan, hanya terkait dengan mereka yang mempunyai pengetahuan agama atrau hukum agama. Sementara sebutan ilmuwan yang merupakan terjemahan serapan dari istilah ulama lebih diidentikkan dengan mereka yang mempunyai dan menguasai pengetahuan non agama.

Apabila ulama menjadi pewaris para nabi karena kepemilikan pengetahuannya, maka demikian juga para ilmuwan dapat menjadi pewaris para nabi. Seorang ulama dan ilmuwan sejati adalah mereka yang memiliki pengetahuan hukum Allah, yang dengan pengetahuannya ia harus menjadi panutan, kepercayaan dan pengganti (khalifah) para nabi atas umatnya. Seharusnya, mereka menjadi pewaris para nabi dalam hal kondisi (ahwal), perbuatan, perkataan dan pengetahuan. Oleh karena itu, derajat dan maqam mereka tinggi. Kemuliaan derajat mereka, dikiaskan oleh nabi Saw dengan sabdanya: “Keutamaan orang yang berilmu itu bagaikan bulan dan bintang.”

Untuk mencari kejelasannya diantara kedua term tersebut, penulis mencoba menyingkap “tabir misteri” tersebut, berikut ini saya mengulas permasalahannya. Mudah-mudahan dapat membantu kita menyibak makna yang sebenarnya dengan mengunakan pendekatan interdisipliner (melihat dari segala aspek). Kita mencoba dengan menggali akar katanya, lalu menelusuri darimana munculnya.
Definsi Ilmuwan

Definisi Ilmuwan ialah orang yang bekerja dan mendalami dengan tekun dan sungguh-sungguh dalam bidang ilmu pengetahuan. Para ilmuwan bisa bekerja dalam bidang ilmu pengetahuan yang berbeda. Di sini diberikan beberapa contoh: Mereka yang belajar fisika ialah fisikawan. Yang belajar kimia ialah kimiawan. Yang belajar biologi ialah biolog. (sumber: id.wiktionary.org).

Dari definsi di atas jelas bahwa arahnya hanya kepada para ahli ilmu alam (eksakta) yang merupakan ayat kauniyah Allah. Akar kata ilmuwan dari dua suku kata Ilmu (serapan dari bahasa Arab) yang sudah mengindonesia, lalu ditambah dengan akhiran –wan yang menunjukkan penegasan sifat awalannya. Sebagai contoh pembanding, yaitu kata dermawan yang artinya orang yang suka berderma, membantu dengan harta atau bersifat sosial. Lantas, siapakah yang mempopulerkannya dan kapan munculnya istilah ilmuwan, wallahu’alam- secara jelas belum kami temui penjelasannya. Namun yang jelas kosa kata ini sudah menjadi kata baku dalam bahasa Indonesia.

Definisi Ulama

Secara bahasa, ulama berasal dari kata kerja dasar ‘alima (telah mengetahui); berubah menjadi kata benda pelaku ‘alimun (orang yang mengetahui - mufrad/singular) dan ulama (jamak taksir/irregular plural). Berdasarkan istilah, pengertian ulama dapat dirujuk pada al-Quran dan hadis. Yang sangat masyhur dalam hal ini adalah : انما يخشى الله من عباده العلماء (sesungguhnya yang paling takut kepada Allah diantara hambaNya adalah ulama- Qs.Fathir 28).

Nash yang jelas tentang lafadz al Ulama dalam al Quran di atas adalah berbentuk ism makrifat (khusus-dapat dikenali secara jelas) bukan berbentuk umum (ism nakirah), yaitu ulama. Artinya al Ulama adalah hamba Allah yang takut melanggar perintah Allah dan takut melalaikan perintahNya dikarenakan dengan ilmunya ia sangat mengenal keagungan Allah. Ia bertahuid (mengesakan) Allah dalam rububiyah, uluhiyah dan asma wa sifat. Mereka sangat berhati-hati dalam ucapan dan tindakan karena memiliki sifat wara, khowasy dan ’arif. Dalam sebuah hadits riwayat Muslim bersumber dari Anas yang membayankan atau menjelaskan terhadap al Qur-an Surah Fathir ayat 28 di atas dinyatakan bahwa :
العلماء اُمناء الله على خلقهِ
("al ‘Ulama adalah pemegang amanah Allah atas makhluqnya”).

Jelas bahwa kata al Ulama bukan sekedar istilah dan kedudukan sosial buatan manusia. Bukan pula orang yang didudukan di lembaga bentukan pemerintahan sekular dengan subsidi dana. Namun kosa kata al Ulama berasal dari Kalamullah dan memiliki arti dan kedudukan sangat terhormat disisi Rabb. Hanya Allah yang mengetahui hakikat sebenarnya siapa dari hambaNya yang termasuk kategori al Ulama. Maka tidak berhak seseorang memproklamirkan dirinya sebagai al Ulama.

Secara tersirat kata rusul (ism nakirah) dapat berarti Rosulullah dan bisa pula al Ulama. Sedangkan arrusul (ism makrifat) artinya khusus ditujukan kepada Rosulullah. Berarti al Ulama memiliki tanggung jawab besar berupa amanah risalah yang telah dibawa para rasul untuk dijaga kemurniaannya, didakwahkan dan diamalkan.


Kemudian ada juga satu lagi hadits dari sumber Anas, riwayat Muslim yang menyatakan :
العلماءُ امناء الرّسل مالن يٌخلط السلطانَ ودخل الدنياَ اذا خلط السلطان ودخل الدنيا فقد خان الرسل فاهذروه
(Al ‘Ulama pemegang amanah para rosul, selama ia tidak menggauli penguasa / ambisi kekuasaan, dan tidak cinta berat terhadap dunia / materialis, jika ia menjilat penguasa / ambisi kekuasaan, dan cinta berat terhadap dunia / materialis maka sungguh ia telah menghianati para rosul, maka berhati-hatilah kepadanya”).

Hadits ini menjelaskan al Qur-an Surah Assyura ayat 13 :

شرع لكم من الدين ما وصى به نوحآ والذي اوحينا اِليك وما وصّينا به ابراهيم وموسى وعيسى انْ اقيموا الدّين ولا تتفرّقوا فيه كبر على المشركين ما تدعوهم اليهِ الله يجتبى اليه من يشاء ويهدى من ينيب ـ


“Disyariatkan atas kamu ad Din, (yaitu) apa yang Kami wasiatkan dengannya kepada Nuh, dan apa-apa yang Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), dan apa-apa yang Kami wasiatkan dengannya kepada Ibrahim dan Musa dan Isa, bahwa tegakkanlah ad Din dan janganlah berpecah-belah didalamnya. Berat rasanya bagi orang-orang musyrik seruan kamu atas mereka, Allah menetapkan dengan seruan itu siapa yang dikehendakiNya, dan menunjuki dengannya orang-orang yang kembali (bertaubat)”.

Sedangkan hadits yang berbunyi :
العلماءُ ورثُ الانبياءَ

(al 'ulama adalah pewaris para nabi).

Kedudukan matan atau isi hadits ini lemah (dhoif) sehingga tidak boleh dijadikan hujjah, karena masalah kenabian tidaklah diwariskan. Menurut Rosulullah, ulama itu ada yang asshoghir dan akaabir. Tercermin dalam hadits beliau : “ma yadzalun nafsu bi khoiri ma ahadul ilma ‘inda akaabir (senantiasalah ummat ini dalam kebaikan sepajang mereka mengambil ilmu dari akaabir).

Untuk memahami makna Ulama akaabir dan ulama ashoqir dengan memahami suatu kaidah ushul. Sesuatu hal itu lebih dikenal jika diketahui lawannya. Contoh kita tidak tahu persis arti kata ‘adil jika tidak tahu arti dholim. Juga arti makruf dari lawannya munkar. Secara etimologis akaabir artinya orang besar (penggede) dan ashoqhir artinya (orang kecil). Namun secara ilmu tafsir bermakna lain. Diambil dari sebuah hadits, nabi SAW:

“Min assyirothi sa-ah ayyu tsamatsalil ilmu ‘inda asshoghir” (antara lain sebagai prolog /muqadimah datangnya hari qiyamat diambang pintu, yaitu orang mengambil ilmu dari ashoghir). Mufasir berpendapat ashoqir hum ahlul bid’ah (asshoqir adalah ahli bid’ah). Mereka ulama tapi bergelimang dengan bid’ah (mengada-ada dalam perkara Din).

Ciri lain seorang al ulama adalah memiliki kepekaan terhadap penderitaan ummat lalu mengupayakan jalan keluarnya (Qs.9:128). Ia umumnya dibangkitkan Allah di tengah-tengah qoum yang ummi (buta huruf, masyarakat biasa/kecil : Qs.62:2)

Froblem Solving Menuju Regenerasi Ulama Yang Ilmuan
Mencetak generasi ulama yang mempuni dalam keilmuan eksakta tidak semudah membalikan telapak kaki, membutuhkan waktu yang panjang dan sisitem pendidikan yang sisitematis (manhaj dirosiyyah) dalam sistem pendidikan, yang sekarang sudah nampak jelas adanya sebuah dikotomi ilmu yang membawa bibit sekulisasi dan liberalisasi , yang konsekuensi dari sisitem tersebut akan menghasilkan manusia-manusia yang akan semakin menjauh dari tuhannya, keilmuanya akan kering dari sebuah regiliusitas kehidupan,
Maka dibutuhkan sebuah islamisasi keilmuan (sains), untuk menciptakan generasi yang yang mempunyai keilmuan yang terbingkai dalam framework ketauhidan.
.Kata “ islamisai sains” sudah pernah nyaring menggema di indonesia pada era 1980-an, tapi redup sejalan dengan ketidak jelasan konsep dan pengembangannya,. Bahkan sering timbul kesalaha pahaman. Apa sebenarnya” islamisai sains” itu ?.
Secara umum ,ada lima arus utama wacana islamisai sains, pertama , islamiasasi sains dengan pendekatan instrumentalistik, yaitu pandangan yang menganggap ilmu atau sains hanya sebagai alat ( instrumen ), artinya, sains terutama teknologi sekedar alat untuk mencapai tujuan, tidak memperdulikan sipat dari sains tersebut selama ia bermampaat bagi pemiliknya.
Pendekatan ini muncul dengan asumsi bahwa barat maju dan dapat menguasi dan menghegemoni wilayah islam dengan kekutan sains dan teknologinya. Coz untuk mengimbangi barat, kaum muslim harus mengusai sains dan teknologi. So ... islamisasi disini bagaimana umat islam dapat mengusai kemajuan yang telah dikuasi barat.
Kedua, isalmisai dengan konsep justifikasi , artinya, penemuan ilmu modern, terutama di bibidang ilmu-ilmu alam diberikan justifikasi (pembenaran) melalui ayat al-qur’an dan al-hadist. Metodologinya adalah dengan cara mengukur kebenaran Al-Qur’an dengan fakta-fakta objektip dalam sains modern.Tokoh yang populer mengembangan metode ini adalah Maurice bucaille,Harun yahya, Zaghlul An-Najjar,Afjalur rahman dll.
Ketiga, islamisasi sains dengan pendekatan sakralisasi. Ide ini dikembangkan oleh seyyed hossein nasr. Baginya sains modern yang sekarang ini bersipat sekuler dan jauh dari nilai-nilai spritual sehingga perlu di lakukan sakralisasi. Tapi metode pendekatan (approach metode) nasr ini kalau di selidki lebih dalam maka kita akan melihat bahwa konsep ini (sakralisasi sains) dibangun atas dasar konsep semua agama sama pada level esoterisnya (batin), yang seharusnya islamisasi sains dibangun dan dikembangkan di atas kebenaran islam. Sains sakral menafikan keunikan islam karena menurutnya keunikan adalah milik semua agama, maka metode sakralisasi ini akan tepat sebagai konsep islamisasi sains jika nilai dan unsur kesakralanya didasarkan pada nilai-nilai islam yang haq.

Keempat, islamisasi sains melalui proses integrasi, yaitu, mengintegrasikan sains barat dengan ilmu-ilmu islam. Ide ini dikemukakan oleh imail Al-faruqi.menurutnya, akar dari kemundururan umat islam dibebagai dimensi karena dualisme sistem pendidikan.disatu sisi, sistem pendidikan islammengalami penyempitan makna dalam berbagai dimensi, sedangkan disisi lain, pendidikan sekuler sangat mewarnai pemikiran kaum muslimin.
Al-faruqi menyimpulkan sistem pendidikan harus dibenahi dan dualisme pendidikan harus dihapuskan dan menyatukan nya dalam bingkai ketauhidan yang bersipat integral dari paradigmanya. Al-Faruqi menjelaskan pengertian islamisasi sains sebagai usaha yaitu, “memberikan definisi baru, mengatur data-data mengevaluasi data-data , memikirkan lagi jalan pemikiran dan menghubungkan data-data, mengevaluasi kembali kesimpulan-kesimpulan, memproyeksikan kembali tujuan-tujuan dan melakukan semua itu sehingga disiplin-disiplin itu memperkaya shaqofah (wawasan ) islam, dad bermampaat bagi cita-cita islam”.
Kelima, konsep islamisasi sains yang paling mendasar dan menyentuh akar permasalahan sains adalah islamisasi yang berlandaskan paradigma islam. Ide ini pertama kali di sampaikan oleh syed muhammad naquib Al-attas. Menurutnya tangtangan terbesar yang dihadapi kaum muslimin adalah ilmu pengetahuan modern yang tidak netral telah merasuk kedalam praduga-praduga agama, budaya dan filosofis yang berasal dari repleksi kesadaran dan pengalaman manusia barat. maka islamisasi sains harus dimulai dengan membongkar sumber kerusakan ilmu. Ilmu-ilmu modern harus diperiksa ulang dengan teliti.al-Attas mengartikan islamisasi sains sebagai “pembebasan manusia dari tradisi magis, mitologis, animistis, kultur-nasional (yang bertentangan dengan islam) dan dari belenggu sekuler terhadap pemikiran dan bahasa,juga pembebasan dari kontrol dorongan fisiknya yang cendrung sekuler dan tidak adil tarhadaphaqiqat diri atau jiwannya............islamisasi adalah proses menuju bentuk asalnya ..” .
Kesimpulan

Al Ulama adalah kedudukan mulia dari Allah kepada hamba pilihan yang memahami ayat-ayat Allah berupa Ilmu kauniyah yang dibentangkan Allah di alam semesta dan Ilmu Syariah yang tertulis dalam kitabNya. Maka untuk mendapatkan definisi yang benar harus dikembalikan yang membuat istilah al Ulama (dalam hal ini Allah). Sedangkan Ilmuwan istilah yang muncul di masa mutaakhir, maka harus dikembalikan kepada pembuatnya (manusia). Dengan mencoba memahami sumber asal yang benar, insyaAllah akan menghasilkan keluaran yang benar pula.

Untuk lebih jelasnya coba perhatikan kembali dalilnya sebagai berikut:

1. Dalam Qs. 35:27-28 dan al Hadits yang menjelaskannya, diperoleh ciri dari al Ulama, yaitu yang memahami Ilmu Alam Semesta. Selain itu rasa takutnya kepada Allah sebagai faktor utama keulamaan. Ia dapat mencapai derajat demikian dikarenakan pengenalannya kepada Allah melalui ilmu sehingga muncul sifat dan perilaku taqwa.
2. Dalam Qs. 42:13 dan al Hadits yang menjelaskannya, diperoleh makna bahwa Ulama adalah yang memahami Ilmu Syariat Dinullah.
3. Dari al hadits menyatakan Ulama terbagi dua, yaitu akaabir (ahlul sunnah) dan asshoqir (ahlul bid’ah).
4. Dalam Qs.62: 2, Ulama dibangkitkan Allah ditengah-tengah qoum yang ummi (buta alqur-an; masyarakat biasa/kecil), bukan orang yang sengaja hijrah ke kota besar untuk sekadar menyibukkan berceramah memenuhi panggilan tanpa bisa memprogram ummat.
5. Dalam Qs.9: 128, al Ulama memiliki kepekaan, kepedulian terhadap penderitaan ummat serta mampu memberikan solusi yang tepat atas dasar sunnah.
6. Dalam Qs. 24 : 37, al ulama adalah lelaki yang mengutakan zikrullah (mendakwahkan Islam) diatas urusan bisnis dan pekerjaan pribadi demi mendapatkan keridhoanNya.

7. Dalam Qs. 2 : 207-208, al ulama bercirikan pribadi-pribadi tangguh yang telah melakukan transaksi kepada Allah atas dirinya secara lahir-bathin serta hartanya. Kemudian berupaya untuk mengamalkan Dinul Islam secara kaffah dengan mengajak para ulama sedunia membangun kesepakatan dan kerjasama menuju hal itu. Ia bukanlah orang yang menjual Islam untuk kepentingan pribadi berupa materi, pujian, dan kedudukan.


Seorang ‘ilmuwan’ dapat masuk dalam golongan al ulama selama memilki aqidah tauhid yang lurus dan beramal sholeh dengan ilmu yang dibukakan Allah untuknya. Bahkan diantara para Nabi dan Rosulullah selain menyeru ummatnya kepada tauhid, merekapun dibekali Allah dengan ilmu 'alam dan teknologi. Beberapa contohnya dari golongan Nabi dan Rosul antara lain pada Nabi Sholih, as., seorang ahli arsitektur bangunan yang kemudian diangkat Allah sebagai rosulNya untuk qoum Tsamud. Lalu Rosulullah Sulaiman, as., dengan istana megahnya dengan taman kaca, serta Nabi Dzulkarnain dengan tembok raksasanya. Kemudian dari kalangan sahabat Rosulullah Muhammad, SAW., kita mengenal Umar bin Khottob seorang ahli ilmu falaq yang mempelopori pembuatan almanak Qomariyah (Hijriyah). Ada pula dari kalangan ulama tempo dulu seperti Ibnu Sina, seorang ‘alim yang juga ahli dalam kedokteran dan sebagainya.

Adapun manusia yang hanya faham dan ahli mengenai ilmu eksakta (alam) tapi jahil mengenai al Quran, maka bukanlah termasuk al ulama. Bisa jadi ia hanyalah ilmuwan, cendikia atau intelektual dari golongan orang-orang kafir atau penganut sekularisme (munafiq), dan dari golongan moderat (muqtasidah) yang selalu mengambil jalan yang aman. Para penganut faham moderat ini, umumnya orang yang memiliki kedudukan di tengah masyarakat umum (kafir dan mukmin) sehingga takut menanggung resiko ujian dan hilang kedudukan apabila menyatakan dirinya muslim yang kaffah. Sebaliknya seorang ulama bisa jadi ia memahami ilmu ‘alam, eksakta (ilmuwan) sekaligus faham ilmu syariat dinullah, atau salah satunya saja, namun beraqidah lurus dan beramal sholih.

Maka, titik temu antara Ilmuwan dengan al Ulama berpangkal pada masalah aqidah yang benar sebagai syarat pokok keulamaan. Ulama dan Ilmuwan bisa jadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, dan ulama jelas bukan orang bodoh yang tidak faham urusan duniawiyah. Ilmu yang mereka miliki hanyalah sebagai jalan untuk mengenal Allah dan mendapat ridhoNya, bukan ilmu pengetahuan sebagai tujuan akhir hidupnya. Kemudian dengan ilmunya ia mengajak manusia bertauhid kepada Allah subhanahuwata'ala bukan dengan ilmunya menyesatkan dirinya dan ummat, naudzubillah min dzalik. Wallahu’alam.







DAFTAR FUSTAKA
 Kartanegara, Mulyadi, Pengantar Epistomologi Islam, Bandung, mizan , 2003.
 Qomaruddin, romly, “ Ulama dan Keulamaan di Indonesia”, shrot paper yang disampaikan dalam perkuliahan sejarah pendidikan islam di Indonesia di Universitas ibnu kaldum (UIKA), Bogor
 REPUBLIKA, Kamis, 23 September 2010.
 Suriasumantri, Jujun S, FILSAFAT ILMU, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 2007
 Agustian, Ary Ginanjar, ESQ , Jakarta, ARGA fublising, 2007
 Agustian, Ary Ginanjar, ESQ POWER, Jakarta, ARGA Fublising, 2007.
 http/wikipedia/com
 Al-qahthoniy, sa’id bin Ali bin wahf, syarah Al-Aqidah Al-Wasithiyah, terjemahan ke bahasa indonesia oleh Hawin murtadho, Solo, At-Tibyan, 2000
 At-thohawi, Abu ja’far, Al-Aqidah At-Thohawiyyah, terjemahan ke bahasa indonesia oleh Abu Muhammad, Solo, At-Tibyan, 2000